Pengusiran Paksa Nenek 80 Tahun oleh Ormas Madas di Surabaya, Publik Geram: Legalitas Bukan Tameng untuk Melanggar Hukum

Pengusiran Paksa Nenek 80 Tahun oleh Ormas Madas di Surabaya, Publik Geram: Legalitas Bukan Tameng untuk Melanggar Hukum

Neli-Instagram-

Pengusiran Paksa Nenek 80 Tahun oleh Ormas Madas di Surabaya, Publik Geram: Legalitas Bukan Tameng untuk Melanggar Hukum

Sebuah insiden yang mengoyak rasa keadilan sosial terjadi di kawasan Sambikerep, Surabaya. Seorang nenek berusia 80 tahun, Elina Widjajanti, tiba-tiba diusir paksa dari rumah yang telah ditinggalinya selama lebih dari satu dekade. Yang lebih mengejutkan, aksi pengusiran itu dilakukan oleh anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) bernama Madura Asli Sedarah (Madas)—tanpa selembar pun putusan pengadilan.



Peristiwa ini bukan sekadar sengketa lahan biasa. Ia menyentuh akar nilai kemanusiaan, hukum, dan etika sosial. Elina, yang tinggal sebatang kara di rumahnya di Dukuh Kuwukan No. 27 RT 005 RW 006, Kelurahan Lontar, tiba-tiba kehilangan tempat tinggal pada 6 Agustus 2025. Padahal, ia telah menempati rumah tersebut sejak tahun 2011, hidup tenang dan damai bersama tetangga-tetangganya.

Namun, kedamaian itu runtuh ketika puluhan anggota Madas datang memaksa sang nenek untuk “angkat kaki”. Tak hanya mengusir, kelompok tersebut juga dilaporkan melakukan tindakan kekerasan dan merusak properti milik korban—tindakan yang jelas melanggar hukum pidana.

Tanpa Proses Hukum, Madas Bertindak Seperti Hakim dan Eksekutor Sekaligus
Melalui kuasa hukumnya, Wellem Mintarja, Elina akhirnya melapor ke Polrestabes Surabaya. Laporan tersebut mencakup dugaan tindak pidana penganiayaan, perusakan, serta pengusiran paksa yang melanggar Pasal 167 dan 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 33 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengatur perlindungan atas kepemilikan dan penguasaan tanah.


“Ini bukan soal siapa yang punya surat tanah. Ini soal prosedur hukum yang diabaikan. Tidak ada putusan pengadilan, tidak ada eksekusi resmi, tapi mereka bertindak seolah-olah punya wewenang mutlak,” tegas Wellem kepada wartawan.

Yang mengejutkan publik, ormas Madas bukanlah kelompok sembarang. Organisasi ini didirikan pada tahun 2020 oleh Berlian Ismail Marzuki—seorang pria yang menyandang gelar haji dan lulusan magister Ilmu Hukum. Ia bahkan telah mendaftarkan Madas secara resmi ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan nomor AHU-0011634.AH.01.07.Tahun 2020.

Ironisnya, status legalitas tersebut justru disalahgunakan untuk melakukan tindakan melawan hukum. Alih-alih menjadi pelindung hak warga, Madas malah menjadi ancaman bagi warga rentan seperti Elina.

Nenek 80 Tahun Jadi Korban Kekerasan Institusional
Elina Widjajanti, perempuan lansia yang seharusnya dilindungi oleh negara, kini terlunta-lunta. Ia tidak hanya kehilangan rumah, tetapi juga rasa aman dan martabatnya sebagai warga negara. Tetangga-tetangganya yang menyaksikan kejadian itu mengaku tak berdaya.

“Bu Elina orangnya baik, rajin salat, sering bantu tetangga. Kami semua kaget saat lihat orang-orang berbaju seragam datang dan memaksanya keluar. Dia hanya bisa menangis,” ungkap seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini pun memicu gelombang kemarahan di media sosial. Tagar #BubarkanMadas dan #LindungiNenekElina menjadi trending di platform Twitter dan Instagram, dengan ribuan netizen menuntut penegakan hukum tegas terhadap pelaku.

Publik Desak Pemerintah Cabut Legalitas Madas
Menyusul insiden ini, berbagai elemen masyarakat—termasuk aktivis HAM, akademisi, dan tokoh agama—menyerukan agar pemerintah mencabut status badan hukum Madas. Mereka menilai, ormas yang seharusnya menjadi mitra pemerintah dalam menjaga ketertiban sosial, justru berubah menjadi alat penindasan terhadap warga sipil.

“Legalitas bukan lisensi untuk main hakim sendiri. Jika ormas seperti ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap negara hukum akan runtuh,” kata Rina Suryani, peneliti dari Lembaga Studi Hukum dan Sosial Surabaya.

Kementerian Hukum dan HAM serta Kepolisian RI kini berada di bawah tekanan publik untuk segera mengambil tindakan konkret. Bukan hanya menangani kasus pengusiran ini, tetapi juga meninjau ulang seluruh ormas yang terindikasi melakukan tindakan inkonstitusional.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya