Nenek Elina Wijayanti Perempuan 80 Tahun yang Diusir Paksa dari Rumahnya Sendiri oleh Ormas di Surabaya, Kini Kembali di Teror MADAS di Daerah Balongsari

Nenek Elina Wijayanti Perempuan 80 Tahun yang Diusir Paksa dari Rumahnya Sendiri oleh Ormas di Surabaya, Kini Kembali di Teror MADAS di Daerah Balongsari

Neli-Instagram-

Nenek Elina Wijayanti Perempuan 80 Tahun yang Diusir Paksa dari Rumahnya Sendiri oleh Ormas di Surabaya, Kini Kembali di Teror MADAS di Daerah Balongsari

Nama Nenek Elina Wijayanti tiba-tiba menjadi sorotan publik nasional setelah video pengusiran paksa dirinya dari rumah yang telah ditempatinya selama belasan tahun beredar luas di media sosial. Peristiwa yang terjadi di kawasan Jalan Kuwukan, Surabaya, Jawa Timur, ini bukan hanya menguras empati warganet, tetapi juga memantik kekhawatiran luas tentang keamanan hak kepemilikan properti warga negara, terutama mereka yang rentan dan tinggal seorang diri di usia senja.



Rumah Dihancurkan, Nenek 80 Tahun Ditarik Paksa dari Tempat Tinggalnya
Kabar mengejutkan ini pertama kali mencuat melalui unggahan akun Instagram @voktis.id pada 24 Desember 2025. Dalam postingan tersebut, terlihat potongan video dramatis di mana sejumlah orang berpakaian preman menyeret tubuh renta Nenek Elina keluar dari rumahnya. Tak hanya itu, bangunan tempat tinggalnya dilaporkan dihancurkan hingga rata dengan tanah, seolah-olah tidak pernah ada jejak kehidupan yang pernah tumbuh di sana.

“Rumah dihancurkan hingga rata, nenek 80 tahun di Surabaya diusir oknum ormas,” tulis keterangan dalam unggahan tersebut.

Adegan yang terekam itu memperlihatkan ketidakberdayaan seorang lansia yang berusaha mempertahankan satu-satunya tempat berlindung yang dimilikinya. Wajah Nenek Elina tampak penuh kecemasan, tangannya gemetar, sementara para pelaku terlihat tak peduli pada usianya yang telah mencapai delapan dekade.


Ormas Madas Mengklaim Telah Membeli Rumah—Padahal Nenek Elina Tak Pernah Menjual
Menurut laporan yang dilansir oleh @voktis.id, kelompok yang bertanggung jawab atas pengusiran tersebut adalah Ormas Madas, sebuah organisasi masyarakat lokal yang belakangan dikabarkan aktif dalam berbagai aktivitas di kawasan Surabaya Selatan. Para pelaku beralasan bahwa mereka telah membeli rumah tersebut secara sah. Namun, klaim tersebut langsung dibantah keras oleh Nenek Elina.

Sejak pertama kali menempati rumah di Jalan Kuwukan pada tahun 2011, nenek yang kini berusia 80 tahun ini tidak pernah menjual, mengalihkan, atau menggadaikan properti tersebut kepada siapa pun. Bahkan, ia mengaku memiliki sertifikat kepemilikan resmi yang membuktikan status rumah itu sebagai milik sahnya.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin sebuah ormas dapat mengklaim kepemilikan atas properti yang masih ditempati dan dimiliki secara legal oleh warga? Apakah ada manipulasi dokumen? Atau justru ada keterlibatan pihak ketiga yang memanfaatkan kerentanan sosial seorang lansia?

Hidup Sebatang Kara, Bertahan di Usia Senja Tanpa Keluarga
Nenek Elina Wijayanti bukanlah sosok yang memiliki jaringan keluarga luas atau dukungan finansial dari kerabat. Ia tinggal seorang diri, menjalani hari-harinya dengan sederhana di rumah kecil yang kini telah lenyap ditelan amarah dan kesewenang-wenangan. Tetangga sekitar menggambarkan Elina sebagai sosok ramah, pendiam, dan tak pernah mencari masalah.

“Beliau orang baik. Sering bantu tetangga yang butuh, meski kondisinya sendiri pas-pasan. Tidak pernah ngeluh,” ujar seorang warga yang meminta namanya tak disebutkan.

Kondisi sosialnya yang rentan—tinggal sendiri di usia senja tanpa anak atau pasangan—menjadikan Elina sasaran empuk bagi tindakan sewenang-wenang. Namun, ia menunjukkan keberanian luar biasa dengan segera melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian setempat.

Laporan ke Polisi dan Desakan untuk Keadilan
Tak lama setelah kejadian, Nenek Elina Wijayanti melaporkan tindakan pengusiran paksa dan perusakan properti tersebut ke Polrestabes Surabaya. Laporan itu kini tengah ditangani oleh penyidik dengan pertimbangan kemungkinan pelanggaran terhadap Pasal 167 KUHP tentang perampasan tanah atau bangunan, serta Pasal 170 KUHP terkait kekerasan terhadap orang yang tidak mampu melawan.

Sejumlah lembaga bantuan hukum dan aktivis hak asasi manusia juga mulai bersuara. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini, termasuk menelusuri asal-usul klaim kepemilikan yang diajukan oleh Ormas Madas.

“Ini bukan sekadar sengketa tanah biasa. Ini adalah bentuk kekerasan struktural terhadap lansia dan warga miskin perkotaan yang haknya diinjak-injak,” tegas seorang pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya.

Kasus yang Menggambarkan Krisis Perlindungan Sosial di Perkotaan
Peristiwa yang menimpa Nenek Elina Wijayanti bukanlah kasus pertama di Indonesia, namun menjadi cerminan nyata tentang lemahnya sistem perlindungan sosial terhadap kelompok rentan, terutama lansia yang hidup sendiri. Tanpa jaring pengaman hukum, ekonomi, dan sosial yang memadai, mereka bisa dengan mudah diusir dari tempat tinggal yang menjadi satu-satunya harta berharganya.

Kasus ini juga menyoroti peran ormas yang semestinya menjadi penjaga ketertiban, bukan justru menjadi pelaku intimidasi dan perampasan hak warga. Masyarakat kini menuntut transparansi dan akuntabilitas: siapa di balik Ormas Madas? Apakah mereka memiliki izin resmi? Dan bagaimana mungkin transaksi properti dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik asli?

Baca juga: SELAMAT! Ernando Ari, Kiper Timnas Indonesia dan Persebaya Surabaya, Resmi Lamar Devani Audri pada Kamis, 25 Desember 2025

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya