Komeng Turun Tangan di Tengah Banjir Agam: Menghibur Korban, Disorot karena Rompi Relawan
Komeng-Instagram-
Lebih dari Sekadar Tawa: Makna Kehadiran di Tengah Bencana
Kehadiran Komeng di pengungsian bukan sekadar aksi simpatik. Ia menyadari bahwa di tengah trauma akibat bencana, tawa bisa menjadi terapi emosional, terutama bagi anak-anak. Psikologis korban—khususnya generasi muda—perlu dipulihkan secepat mungkin, agar mereka tidak terjebak dalam ketakutan berkepanjangan.
“Anak-anak itu butuh harapan. Kalau mereka masih bisa tertawa, berarti mereka masih percaya bahwa dunia ini baik,” ungkap Komeng, menegaskan pentingnya pendekatan humanis dalam penanganan bencana.
Aksinya juga menjadi pengingat bahwa tanggung jawab sosial tidak dibatasi oleh profesi atau jabatan. Seorang komedian pun bisa menjadi relawan, seorang anggota dewan bisa menjadi pendongeng di tenda pengungsian.
Banjir Agam dan Solidaritas Kita Semua
Banjir yang melanda Kabupaten Agam beberapa waktu lalu telah merendam ratusan rumah, memutus akses jalan, dan memaksa ribuan warga mengungsi. Namun, di tengah musibah, solidaritas justru semakin menguat—mulai dari relawan lokal, organisasi kemanusiaan, hingga figur publik seperti Komeng.
Kisah Komeng mengingatkan kita bahwa bantuan tidak selalu berbentuk materi. Terkadang, cukup dengan hadir, mendengarkan, dan membuat orang lain tersenyum, kita sudah memberikan sesuatu yang sangat berharga.
Di era di mana pencitraan sering kali mengalahkan substansi, kehadiran Komeng tanpa gimmick justru menjadi angin segar. Ia membuktikan bahwa empati sejati tidak butuh sorotan kamera—cukup dengan hati yang tulus dan langkah nyata di lapangan.