Trump Ancam Balas Dendam ke ISIS Usai Dua Prajurit AS Gugur dalam Serangan di Suriah

Trump Ancam Balas Dendam ke ISIS Usai Dua Prajurit AS Gugur dalam Serangan di Suriah

Donald trump-Instagram-

Trump Ancam Balas Dendam ke ISIS Usai Dua Prajurit AS Gugur dalam Serangan di Suriah
Ketegangan di wilayah Suriah kembali memanas setelah dua tentara Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) dan seorang penerjemah tewas dalam serangan mematikan yang diduga dilancarkan oleh kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Insiden ini tidak hanya memicu duka mendalam di kalangan militer AS, tetapi juga memicu reaksi keras dari mantan Presiden Donald Trump yang menjanjikan “balasan yang sangat serius”.

Dalam unggahan di media sosialnya pada Sabtu (13/12/2025), Trump mengecam serangan tersebut sebagai tindakan teror langsung terhadap kepentingan Amerika dan Suriah. “Ini adalah serangan ISIS terhadap AS dan Suriah, di bagian Suriah yang sangat berbahaya dan belum sepenuhnya dikuasai oleh mereka,” tulis Trump, menegaskan bahwa tindakan balasan akan segera diambil.



Namun, baik dalam cuitannya maupun saat ditanya awak media saat meninggalkan Gedung Putih menuju pertandingan sepak bola tradisional Army-Navy, Trump tidak memberikan rincian spesifik mengenai bentuk atau skala balasan yang dimaksud. Ketidakterbukaan ini menimbulkan spekulasi luas di kalangan pengamat keamanan dan politik internasional tentang langkah selanjutnya yang akan diambil oleh pemerintahan AS.

Serangan di Kota Palmyra: Titik Panas Konflik di Suriah
Menurut pernyataan resmi dari Komando Pusat AS (U.S. Central Command/ CENTCOM), serangan tersebut terjadi di kota bersejarah Palmyra—sebuah wilayah yang kerap menjadi medan pertempuran antara pasukan pemerintah, kelompok oposisi, dan sisa-sisa jaringan ISIS. Palmyra, yang terletak di provinsi Homs, dikenal sebagai salah satu kota paling strategis namun rentan di Suriah karena posisinya yang dekat dengan rute pasokan dan perlintasan gurun.

Serangan dilancarkan oleh seorang penembak tunggal yang diidentifikasi sebagai anggota ISIS. Penembak tersebut berhasil dihabisi oleh pasukan AS di lokasi kejadian. Tiga personel militer Amerika lainnya juga mengalami luka-luka dalam insiden ini dan kini sedang dalam perawatan medis.


Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, mengungkapkan bahwa insiden terjadi ketika pasukan AS sedang menjalankan misi kontraterorisme rutin. “Operasi ini merupakan bagian dari komitmen jangka panjang AS untuk menumpas sisa-sisa ancaman ISIS di wilayah tersebut,” ujarnya.

Situasi Politik Suriah yang Rumit
Perlu dicatat, kota Palmyra saat ini berada di luar kendali pemerintahan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa—tokoh yang naik ke tampuk kekuasaan setelah runtuhnya rezim Bashar al-Assad. Al-Sharaa, yang sebelumnya merupakan tokoh oposisi, kini berada dalam posisi rentan: berusaha membangun legitimasi domestik sambil tetap berkolaborasi dengan kekuatan asing, termasuk Amerika Serikat.

Menariknya, pada November lalu, al-Sharaa sempat bertemu langsung dengan Donald Trump di Gedung Putih. Dalam pertemuan tersebut, pemimpin Suriah itu meminta keringanan sanksi ekonomi tambahan dari AS sebagai imbalan atas komitmennya untuk bergabung dalam koalisi internasional melawan ISIS. Kini, dengan terjadinya serangan di wilayah yang tidak sepenuhnya berada di bawah kendalinya, pertemuan tersebut kembali menjadi sorotan—terutama terkait efektivitas kerja sama keamanan antara Washington dan Damaskus.

Kehadiran Militer AS di Suriah: Misi yang Tak Pernah Berakhir?
Menurut sumber internal Pentagon, Amerika Serikat saat ini masih menempatkan sekitar 1.000 personel militer di Suriah. Mereka tersebar di berbagai pangkalan, terutama di kawasan timur laut yang dikuasai oleh Pasukan Demokratik Suriah (Syrian Democratic Forces/ SDF)—sebuah aliansi militer yang didominasi oleh kelompok Kurdi.

Kemitraan antara AS dan SDF telah menjadi tulang punggung upaya internasional dalam memerangi ISIS sejak 2014. Meski kelompok teroris itu kehilangan wilayah teritorialnya pada 2019, sel-sel tidur ISIS tetap aktif dan kerap melancarkan serangan mendadak, terutama di wilayah gurun Suriah yang sulit dikontrol.

Pentagon juga menyatakan bahwa identitas para prajurit yang gugur dan terluka belum diumumkan secara resmi. Kebijakan ini mengikuti protokol standar militer, yang menunda publikasi nama korban hingga keluarga masing-masing secara pribadi diberitahu—biasanya dalam jangka waktu 24 jam setelah kejadian.

Baca juga: Polri Terbitkan Aturan Baru: 17 Kementerian dan Lembaga Kini Bisa Ditempati Anggota Polisi — Tapi Ada Syarat Ketat dari Mahkamah Konstitusi

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya