Siapa Martina Soelistio? Istri Endipat Wijaya, Diserang Warganet karena Pernyataan Kontroversial Soal Bantuan Bencana 10 M
Endi-Instagram-
Siapa Martina Soelistio? Istri Endipat Wijaya, Diserang Warganet karena Pernyataan Kontroversial Soal Bantuan Bencana 10 M
Gelombang kritik dari masyarakat terus mengalir deras terhadap Endipat Wijaya, anggota Komisi I DPR RI, usai pernyataannya dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Komunikasi dan Digital pada Senin (8/12/2025). Kini, sorotan publik tak hanya tertuju pada sang politisi, tetapi juga meluas ke istrinya, Martina Soelistio, yang ternyata juga menjabat sebagai anggota DPR RI dari Komisi X.
Insiden ini bermula ketika Endipat Wijaya mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait peran relawan dan masyarakat sipil dalam membantu korban bencana alam di Aceh dan Sumatera. Dalam rapat tersebut, Endipat menyebut bahwa ada pihak-pihak yang seolah-olah “paling bekerja” di wilayah bencana, meski kontribusinya sangat terbatas dibandingkan dengan respons pemerintah yang telah hadir sejak awal.
“Sehingga gak kalah viral dibandingkan dengan teman-teman yang saat ini sok paling-paling di Aceh dan Sumatera ini, ada orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara sudah hadir di awal. Ada yang baru datang, baru bikin satu posko, ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah sudah bikin ratusan posko di sana,” ujarnya.
Pernyataan tersebut sontak memicu amarah luas di media sosial. Banyak warganet menilai bahwa ucapan Endipat meremehkan dedikasi relawan, donatur swasta, dan masyarakat umum yang turun tangan membantu sesama tanpa mengharapkan imbalan. Bagi mereka, sikap seperti itu justru mencerminkan sikap elitis dan jauh dari rasa empati terhadap penderitaan korban bencana.
Sorotan Tak Hanya ke Endipat, Tapi Juga Istrinya
Seiring viralnya video dan transkrip pernyataan Endipat, identitas pribadinya pun mulai digali. Publik kemudian mengetahui bahwa sang istri, Martina Soelistio, ternyata bukan orang biasa—melainkan rekan sejawatnya di DPR RI, meski duduk di komisi yang berbeda, yakni Komisi X yang membidangi pendidikan, kebudayaan, olahraga, dan pariwisata.
Tak lama setelah nama Martina mencuat, akun Instagram-nya, @martinasoelistio, langsung menjadi sasaran warganet. Namun, dalam hitungan jam setelah suaminya menjadi trending topic, Martina memilih untuk menggembok (mengatur ke mode privat) akun media sosialnya tersebut—langkah yang kemudian menuai lebih banyak kritik.
Warganet Geram, Sebut Langkah “Klasik” untuk Menghindari Kritik
Langkah Martina mengunci akun Instagram-nya langsung menjadi bahan perbincangan. Sebuah utas viral yang dibuat oleh akun Twitter @justagirl0600 pada Selasa (9/12/2025) menyebut bahwa pasangan suami-istri ini seolah “membuat gaduh lalu lari”.
“Ternyata laki bini sama-sama DPR. Hmm abis bikin gaduh, bikin statement goblok langsung private account. Klasik. In case u gak tahu, ini lakinya yang kemarin remehin sumbangan 10 M kita-kita, yang nganggap kita kek kompetitornya,” tulis akun tersebut.
Komentar pedas pun berdatangan. Netizen lain menilai langkah Martina sebagai bentuk ketidakberanian menghadapi kritik publik.
“Ea langsung diprivate wkwkkw takut diserang,” cuit salah satu pengguna.
“Ya namanya juga orang-orang insecure,” tambah akun @nadillaaayaay.
Tak sedikit pula yang menyentil struktur politik Indonesia yang kerap dianggap “feodal” karena maraknya dinasti politik keluarga.
“Di DPR itu isinya banyak circle keluarga, dan itu turun temurun. Trust me,” ungkap @mrs_affiz.
Lebih jauh, akun @pulungarbi menyoroti kekecewaan terhadap kualitas wakil rakyat yang dianggap lebih mementingkan keluarga daripada bangsa.
“Kualitas anggota DPR dan pejabat kita itu circle keluarga. Makanya susah untuk perbaikan negara, tapi perbaikan keluarga pasti. Kita diberakin mereka bertahun-tahun dan gue yakin 1000 persen kalau ini akan berlanjut sampai anak cucu kita kelak. Seru kan NKRI?”
Antara Tanggung Jawab Publik dan Hak Privasi
Di tengah gempuran kritik, pertanyaan pun muncul: apakah wajar seorang pejabat publik menghindari konfrontasi dengan menutup akses media sosialnya? Sementara sebagian menganggap ini sebagai hak pribadi, banyak pihak menilai bahwa anggota DPR, sebagai wakil rakyat, seharusnya terbuka terhadap masukan—termasuk kritik pedas—dari konstituennya.
Media sosial kini bukan lagi sekadar ruang pribadi, melainkan juga sarana akuntabilitas publik. Ketika seorang pejabat memilih “mundur” dari ruang digital saat terjadi kontroversi, hal itu justru bisa dianggap sebagai bentuk penghindaran dari tanggung jawab moral dan politik.