Apa Itu Baterai Lithium? yang Diduga jadi Biang Kerok Kebakaran Gedung Terra Drone
kebakaran-AlexAntropov86/pixabay-
Apa Itu Baterai Lithium? yang Diduga jadi Biang Kerok Kebakaran Gedung Terra Drone
Tragedi Kebakaran Gedung Terra Drone: Bahaya Tersembunyi Baterai Lithium yang Telan 22 Nyawa
Jakarta – Sebuah tragedi memilukan terjadi di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Selasa (9/12/2025). Gedung perkantoran Terra Drone, yang dikenal sebagai pusat operasional sebuah perusahaan teknologi drone ternama, dilalap si jago merah hingga menewaskan sedikitnya 22 orang. Insiden ini bukan hanya mengguncang ibu kota, tetapi juga membuka kembali sorotan terhadap bahaya tersembunyi dari teknologi yang selama ini dianggap sebagai tulang punggung dunia modern: baterai lithium.
Menurut keterangan resmi dari Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, Bayu Megantara, sumber awal kebakaran diduga berasal dari baterai lithium yang digunakan di dalam gedung tersebut. “Masih dalam proses penyelidikan. Namun, karena jenisnya baterai lithium, ini mungkin perlu evaluasi kembali terhadap standar keselamatan penyimpanan dan penggunaannya,” ujar Bayu di lokasi kejadian, Selasa malam.
Mengapa Baterai Lithium Lebih Mematikan?
Baterai berbasis lithium, khususnya tipe lithium-ion, memang telah menjadi tulang punggung perangkat elektronik modern—mulai dari smartphone, laptop, hingga kendaraan listrik dan drone. Namun, di balik efisiensi dan kepadatan energi tinggi yang ditawarkannya, tersembunyi risiko ekstrem yang sering kali diremehkan.
Dilansir dari CellBlok Fire Containment, Rabu (10/12/2025), kebakaran yang melibatkan baterai lithium jauh lebih berbahaya dibandingkan kebakaran konvensional. Alasannya sederhana namun menakutkan: proses pemadaman yang biasa digunakan—seperti menyiram dengan air—justru bisa memperparah situasi.
Ketika lithium bereaksi dengan air, terjadi reaksi kimia eksotermik yang menghasilkan gas hidrogen dan senyawa lithium hidroksida. Meski lithium hidroksida relatif tidak berbahaya dalam kadar terbatas—dan hanya menyebabkan iritasi kulit atau mata jika terpapar berlebihan—gas hidrogen yang dihasilkan justru sangat mudah terbakar. Artinya, usaha memadamkan api dengan air bukan hanya tidak efektif, melainkan bisa memicu ledakan tambahan.
Rancangan Ringan, Risiko Tinggi
Salah satu daya tarik utama baterai lithium-ion adalah kemampuannya menyimpan energi besar dalam ukuran kecil dan ringan. Untuk mencapai efisiensi tersebut, insinyur kerap mengorbankan aspek keamanan struktural. Dinding pemisah antar-sel dirancang setipis mungkin, dan casing pelindung dibuat minimalis demi mengurangi bobot.
Namun, optimalisasi ini membuat baterai rentan terhadap kerusakan fisik. Cukup satu benturan, tusukan, atau bahkan penurunan kualitas material akibat penuaan, dan sel-sel di dalam baterai bisa mengalami korsleting internal. Suhu internal pun melonjak tajam dalam hitungan detik, memicu fenomena yang dikenal sebagai thermal runaway—rantai reaksi panas yang tak terkendali.
Dalam kondisi ekstrem, sel baterai bisa mengembang, meledak, atau bahkan menyemburkan api suhu tinggi hingga 1.000 derajat Celsius. Yang lebih mengejutkan, proses ini bisa terjadi begitu cepat sehingga sistem keselamatan konvensional—seperti sensor panas atau sprinkler—sering kali tak sempat merespons.
Kebakaran Baterai: Tantangan Baru bagi Pemadam Kebakaran
Bagi petugas Damkar, kebakaran baterai lithium bukan sekadar masalah teknis—ini adalah ujian nyata terhadap protokol keselamatan yang selama ini berlaku. Air, alat utama pemadam kebakaran selama puluhan tahun, justru menjadi ancaman. Diperlukan media pemadam khusus seperti dry chemical agent atau pasir khusus yang mampu menyerap panas tanpa memicu reaksi berbahaya.
Bayu Megantara mengungkapkan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Perindustrian dan Lembaga Standardisasi Nasional, untuk meninjau ulang regulasi penyimpanan dan penanganan baterai lithium di gedung-gedung komersial.
“Ini bukan hanya soal responsif, tapi juga pencegahan. Kita harus memastikan bahwa inovasi teknologi tidak mengorbankan keselamatan manusia,” tegasnya.
Pelajaran Pahit dari Tragedi Kemayoran
Tragedi di Gedung Terra Drone menjadi pengingat tragis bahwa kemajuan teknologi harus selalu diimbangi dengan standar keamanan yang ketat. Baterai lithium mungkin kecil, namun potensi kehancurannya sangat besar—terutama jika ditempatkan di lingkungan padat seperti perkantoran atau pusat perbelanjaan.
Pakar keselamatan industri, Dr. Rina Wijaya dari Universitas Indonesia, menekankan perlunya pelatihan khusus bagi staf gedung serta pemasangan sistem deteksi dini suhu berbasis AI yang bisa memantau kondisi baterai secara real-time. “Kita tidak bisa menghentikan penggunaan lithium, tapi kita bisa mengurangi risikonya melalui desain cerdas dan kesadaran kolektif,” katanya.