Siapa Pemilik Toko Wiego Houseware Marelan? Viral Usai Bersikap Kasar pada Pelanggan yang Ingin Belanja Bantuan Banjir, Ulasan Google Maps Jadi Sorotan

Siapa Pemilik Toko Wiego Houseware Marelan? Viral Usai Bersikap Kasar pada Pelanggan yang Ingin Belanja Bantuan Banjir, Ulasan Google Maps Jadi Sorotan

Wiego-Instagram-

Siapa Pemilik Toko Wiego Houseware Marelan? Viral Usai Bersikap Kasar pada Pelanggan yang Ingin Belanja Bantuan Banjir, Ulasan Google Maps Jadi Sorotan

Sebuah insiden di sebuah toko perlengkapan rumah tangga di Medan, Sumatera Utara, tiba-tiba menjadi sorotan publik setelah video konflik antara seorang konten kreator dan staf toko beredar luas di media sosial. Video tersebut diunggah oleh influencer TikTok lokal, @alehalehkhasmedandi, dan dalam hitungan jam langsung memicu gelombang reaksi dari warganet—bukan hanya karena keributan verbal yang terjadi, tetapi karena konteksnya yang menyentuh sensitivitas sosial: sang influencer sedang berusaha membeli kebutuhan bantuan untuk korban banjir.



Peristiwa ini bukan sekadar cekcok biasa di pusat perbelanjaan. Ia menyentuh isu yang lebih luas: standar pelayanan pelanggan, empati dalam pelayanan publik, hingga tanggung jawab sosial bisnis di tengah krisis kemanusiaan. Bagaimana kronologi lengkapnya? Dan mengapa publik begitu emosional menyikapi kejadian ini?

Misi Kemanusiaan yang Berubah Jadi Drama di Toko
Menurut narasi yang disampaikan oleh sang influencer, ia bersama tim datang ke toko Wiego Houseware di kawasan Marelan, Medan, dengan niat mulia: membeli perlengkapan dapur—termasuk kompor portable—untuk disalurkan kepada warga yang terdampak banjir di sekitar wilayah tersebut. Misi ini bukan hanya soal transaksi jual-beli, melainkan bentuk solidaritas nyata di tengah bencana yang melanda.

Timnya pun tiba di lokasi dengan penuh harapan. Mereka memarkir kendaraan di area parkir resmi yang disediakan oleh toko, lalu masuk untuk mencari barang yang dibutuhkan. Namun, niat baik itu justru disambut dengan sikap yang jauh dari ramah.


Saat mencari rak kompor portable—barang yang cukup esensial bagi keluarga korban banjir yang kehilangan akses dapur—mereka mendekati seorang karyawan dan bertanya sopan: “Kak, di mana ya kompor portable?”

Jawabannya? “Di belakang sana, lihat aja.”

Nada ketus, minim empati, dan tanpa usaha membantu sedikit pun.

Dari Ketidaksopanan ke Konflik yang Memanas
Merasa diabaikan, tim influencer tersebut memilih mencari sendiri. Namun, sebelum mereka sempat menemukan barang yang dicari, sebuah pengumuman dari bagian informasi tiba-tiba berkumandang: mobil mereka diminta segera dipindahkan dari area parkir.

Padahal, menurut mereka, kendaraan sudah diparkir di tempat yang semestinya—tidak menghalangi akses, tidak melanggar aturan, dan justru berada di area yang memang disediakan untuk pelanggan.

Ketika mereka menghampiri bagian informasi dan menjelaskan dengan sopan—“Sebentar ya, kak. Kami mau ambil barang dulu, nanti langsung bayar.”—respons yang diterima justru lebih mengecewakan. Petugas informasi terus mendesak mereka untuk segera memindahkan mobil, seolah tak peduli pada konteks kunjungan mereka.

Situasi pun memburuk. Mereka akhirnya memutuskan tidak jadi berbelanja dan hendak pergi. Tapi pada saat itulah emosi memuncak.

Seorang karyawan perempuan—yang sejak awal berinteraksi dengan mereka—dilaporkan memberikan tatapan jutek dan bahkan ikut terlibat dalam adu mulut dengan nada tinggi. Dalam rekaman video yang beredar, terlihat beberapa rekan kerjanya berusaha menenangkan wanita tersebut, seolah sadar bahwa konflik itu telah melampaui batas profesionalisme.

Bukan Kasus Isolated: Google Maps Penuh Keluhan Serupa
Yang membuat publik semakin geram bukan hanya insiden itu sendiri, melainkan fakta bahwa ini bukan pertama kalinya Wiego Houseware Marelan menuai kritik pedas.

Sang influencer mengajak warganet mengecek ulasan di Google Maps, tempat ratusan konsumen sebelumnya telah meninggalkan ulasan bintang satu dengan keluhan serupa: pelayanan yang kasar, staf yang tidak ramah, hingga pengalaman berbelanja yang menyebalkan.

Beberapa ulasan bahkan menyebutkan bagaimana mereka merasa dihakimi, diacuhkan, atau diperlakukan seperti pelanggar aturan, padahal hanya datang sebagai pelanggan biasa.

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa masalahnya bukan terletak pada satu atau dua individu, melainkan pada budaya layanan toko secara keseluruhan—atau minimnya pelatihan staf dalam hal komunikasi dan pelayanan pelanggan.

Netizen Geram: “Ini Bukan Sekadar Salah Paham!”
Respons publik di media sosial begitu masif. Ratusan komentar membanjiri unggahan asli, dengan mayoritas menyatakan kekecewaan mendalam.

“Bayangkan kalau mereka benar-benar sedang mengumpulkan bantuan untuk korban banjir, lalu disambut seperti ini. Di mana rasa kemanusiaannya?”

“Retail itu bisnis pelayanan. Kalau karyawannya seperti ini, percuma barangnya bagus.”

“Salah pilih SDM bisa hancurkan reputasi merek dalam sekejap.”

Banyak warganet menekankan bahwa dalam dunia retail modern, keramahan bukan lagi pilihan—melainkan prasyarat mutlak. Apalagi di era digital, di mana satu video viral bisa menghancurkan trust yang dibangun bertahun-tahun.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya