Nicholas Saputra Dikritik Publik: Diduga Punya Eco Resort di Sumatera saat Banjir Melanda, Fans Ramai-Ramai Mundur
Nicolas-Instagram-
Nicholas Saputra Dikritik Publik: Diduga Punya Eco Resort di Sumatera saat Banjir Melanda, Fans Ramai-Ramai Mundur
Nicholas Saputra dikritik warganet karena diduga memiliki eco resort di Sumatera yang berada dekat kawasan hutan lindung. Di tengah bencana banjir yang melanda, sang aktor dinilai diam seribu bahasa—akibatnya, fans pun kecewa dan mulai mundur satu per satu.
Aktor senior Nicholas Saputra kini menjadi sorotan di media sosial. Alih-alih menerima pujian seperti biasa, publik justru membanjiri akun-akun sosialnya dengan kritik pedas. Pemicunya? Dugaan keterlibatan sang aktor dalam bisnis eco resort di Sumatera yang berlokasi tak jauh dari kawasan hutan lindung—tepat di saat wilayah tersebut dilanda bencana banjir parah.
Bukan hanya netizen biasa, bahkan para penggemar setia Nicholas Saputra—yang akrab disapa Nicsap—ramai-ramai menyatakan mundur sebagai fans. Alasannya tak lain karena kekecewaan mendalam atas sikap sang aktor yang dianggap "diam" di tengah krisis lingkungan yang menimpa masyarakat Sumatera.
Dituding Punya Bisnis yang Berpotensi Rusak Lingkungan
Isu ini mencuat setelah seorang warganet dengan akun X @__Astari membagikan unggahan yang menuding Nicholas Saputra memiliki bisnis eco resort bernama Terrario Tangkahan, yang berlokasi di kawasan hutan Sumatera Utara—tepatnya di daerah Langkat, dekat Taman Nasional Gunung Leuser.
“Dia punya eco resort di Sumatera, kok gak ada dia amplify situasi—baik soal banjir maupun deforestasi di Tesso Nilo? Kan dua-duanya harusnya sangat relevan baginya. Kenapa tidak pakai platformnya untuk menyuarakan ini?” tulis akun tersebut, dikutip Senin (8/12/2025).
Pernyataan itu langsung memicu diskusi luas. Banyak yang menilai, sebagai figur publik dengan basis pengikut besar dan citra sebagai pencinta lingkungan, Nicholas seharusnya lebih vokal. Apalagi, selama ini ia kerap digambarkan sebagai sosok yang peduli alam, bahkan pernah membintangi dokumenter lingkungan dan aktif dalam kampanye konservasi.
Fans Kecewa: “Dia Main Film Propaganda, Tapi Diam Saat Rakyat Bergerak”
Kritik tak berhenti di soal resort. Sebagian penggemar juga mengungkap kekecewaan lantaran Nicholas pernah membintangi film yang dianggap "memoles citra" instansi tertentu—dalam konteks ini, merujuk pada keterlibatannya dalam produksi yang dianggap bernuansa propaganda.
“Dia main film propaganda parcok, terus gak pernah bersuara saat rakyat bergerak,” tulis salah satu komentar yang kini viral di media sosial.
Bagi banyak orang, konsistensi adalah hal penting. Mereka menilai bahwa jika seseorang memilih menjadi wajah kampanye lingkungan atau keberlanjutan, maka ia juga harus berani bersuara saat terjadi krisis—terlepas dari apakah bisnis pribadinya terlibat atau tidak.
Terrario Tangkahan: Eco Resort atau Ancaman bagi Ekosistem?
Terrario Tangkahan, resort yang dikelola Nicholas Saputra, memang dipasarkan sebagai destinasi ekowisata mewah yang “ramah lingkungan” dan “melestarikan alam.” Namun, letaknya yang berada di tengah hutan Sumatera Utara—dekat kawasan yang rentan terhadap pembalakan liar dan konversi lahan—menimbulkan tanda tanya besar.
Aktivis lingkungan menyoroti bahwa pembangunan resort di area sensitif seperti itu, meski diklaim sebagai “eco-friendly,” tetap berpotensi mengganggu ekosistem setempat. Apalagi jika tidak diimbangi dengan transparansi soal izin operasional, pengelolaan limbah, dan keterlibatan masyarakat lokal.
Belum lagi, kawasan Langkat dan Tesso Nilo selama bertahun-tahun menjadi medan konflik antara kepentingan konservasi dan ekspansi agribisnis atau infrastruktur. Di tengah situasi itu, keheningan seorang figur publik seperti Nicholas justru dianggap sebagai sikap kompromistis.
Bisakah Aktor Jadi Aktivis Tanpa Kompromi?
Pertanyaan besar yang kini mengemuka: apakah selebritas masih bisa dipercaya sebagai suara perubahan, jika mereka sendiri memiliki kepentingan bisnis yang berpotensi bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka kampanyekan?
Dalam kasus Nicholas Saputra, konflik antara identitas publik dan kepentingan pribadi tampak semakin kabur. Bagi sebagian penggemar, ini bukan sekadar soal bisnis—tapi soal integritas dan keberanian moral.