Prabowo Tegaskan Sanksi Tegas untuk Kepala Daerah yang Mangkir saat Bencana: Itu Namanya Desersi!
Prabowo-Instagram-
Prabowo Tegaskan Sanksi Tegas untuk Kepala Daerah yang Mangkir saat Bencana: Itu Namanya Desersi!
Di tengah sorotan publik terhadap krisis kemanusiaan akibat bencana alam, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan keras yang langsung mengguncang dunia politik dan birokrasi daerah. Dalam rapat koordinasi penanganan bencana di Posko Terpadu Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu (7/12/2025) malam, Prabowo secara eksplisit mengancam akan mencopot kepala daerah yang absen dari tanggung jawabnya selama masa tanggap darurat.
Ancaman itu bukan sekadar retorika. Prabowo bahkan menyamakan tindakan meninggalkan wilayah saat bencana melanda dengan desersi militer—sebuah pelanggaran berat dalam dunia ketentaraan yang dapat berujung pada hukuman pidana.
“Kalau yang mau lari, lari aja, enggak apa-apa. Copot langsung. Mendagri bisa ya diproses ini? Bisa ya?” tanya Prabowo, sambil menatap Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang hadir di sampingnya.
Siapa yang Jadi Sasaran Kritik? Mirwan MS, Bupati Aceh Selatan
Pernyataan tegas Prabowo tersebut langsung mengarah pada sosok Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, yang diketahui memilih berangkat ibadah umrah di tengah masa tanggap darurat bencana yang melanda wilayahnya. Sikap tersebut menuai kecaman luas di media sosial dan kalangan masyarakat sipil, yang menilai sang bupati tidak menunjukkan solidaritas terhadap rakyat yang tengah menderita.
Dalam rapat yang dihadiri tokoh-tokoh penting pemerintahan dan relawan bencana, Prabowo tidak hanya menyoroti aspek administratif, tapi juga tanggung jawab moral dan kepemimpinan.
“Itu kalau tentara namanya desersi. Dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah. Waduh, itu enggak bisa itu,” tegas mantan Danjen Kopassus tersebut dengan nada tegas namun penuh kekecewaan.
Sanksi Partai Juga Diberlakukan
Prabowo, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, langsung bertindak cepat di ranah politik internal partainya. Ia memanggil Sekjen Partai Gerindra, Sugiono, dan menanyakan status Mirwan—yang juga menjabat sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.
Dalam hitungan jam, Sugiono mengonfirmasi bahwa partai telah memberhentikan Mirwan dari jabatannya di struktur kepartaian. Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa Gerindra tidak akan mentolerir sikap yang dianggap mengkhianati kepercayaan rakyat, terutama di saat krisis.
Dasar Hukum yang Mengikat: UU Pemda dan UU Penanggulangan Bencana
Ancaman pencopotan yang dilontarkan Prabowo bukan tanpa dasar. Setidaknya ada dua undang-undang nasional yang menjadi payung hukum bagi sanksi berat terhadap kepala daerah yang lalai dalam tugasnya selama kondisi darurat:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Menurut Pasal 67 huruf b UU Pemda, kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara Pasal 67 huruf d menegaskan bahwa penyelenggara pemerintahan daerah harus menjaga etika dan norma dalam setiap tindakannya.
Lebih jauh lagi, Pasal 29 UU Penanggulangan Bencana mengamanatkan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya. Mangkir dari tugas tersebut bukan hanya kecerobohan birokratis, tetapi pelanggaran serius terhadap amanat konstitusi dan kesepakatan sosial antara penguasa dan rakyat.
Mekanisme Pemberhentian: Bukan Hanya Wewenang Presiden
Perlu dicatat bahwa Presiden tidak bisa secara sepihak memberhentikan kepala daerah. Namun, mekanisme hukum menyediakan jalur yang jelas. Pasal 77 UU Pemda mengatur bahwa sanksi berat—termasuk pemberhentian—dapat diusulkan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
DPRD kemudian mempertimbangkan usulan tersebut, termasuk memeriksa bukti dan mendengar pembelaan dari pihak terkait. Jika terbukti bersalah, kepala daerah bisa diberhentikan secara definitif—sebuah skenario yang kini sedang menghantui karier politik Bupati Aceh Selatan.