Islah Bahrawi Kritik Tajam Petinggi PBNU: Jualan NU untuk Cari Makan, Ancaman bagi Soliditas Internal?
Islah-Instagram-
Islah Bahrawi Kritik Tajam Petinggi PBNU: Jualan NU untuk Cari Makan, Ancaman bagi Soliditas Internal?
Tegangan internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali mencuat ke permukaan, kali ini dipicu oleh pernyataan keras mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Islah Bahrawi. Melalui unggahan di akun X-nya (@islah_bahrawi) pada Minggu (23/11/2025), Islah melontarkan kritik pedas terhadap sejumlah figur penting di lingkaran PBNU yang dinilainya terlalu dekat dengan pejabat dan pengusaha.
Dalam cuitannya, Islah tak sungkan menyebut dua orang di posisi strategis sebagai “pengamen” yang memanfaatkan nama besar NU demi kepentingan pribadi. “Setiap ketemu orang PBNU saya selalu mengingatkan, hati-hati dengan dua orang ‘pengamen’ yg ada di posisi strategis itu,” tulisnya, memicu riak luas di kalangan Nahdliyin dan publik luas.
Menggugat Komitmen terhadap NU
Lebih jauh, Islah menuduh kedua sosok tersebut bukan hanya menjalin kedekatan dengan kalangan elit politik dan pengusaha, tetapi juga bertindak sebagai “kaki tangan BOHIR” — istilah yang kerap digunakan untuk menyebut para cukong atau pemodal besar di balik layar politik. Menurutnya, mereka justru menjadi ancaman serius terhadap keutuhan dan soliditas organisasi.
“Mereka kaki tangan ‘BOHIR’ yang hanya akan memecah PBNU dari dalam,” tegas Islah, menegaskan kekhawatirannya bahwa PBNU bisa kehilangan identitas sebagai ormas keagamaan yang independen jika terus ditarik ke dalam dinamika kepentingan eksternal.
NU Dijadikan Komoditas Politik-Ekonomi?
Salah satu poin paling menyentil dari kritik Islah adalah tuduhan bahwa NU kini dijadikan alat “jualan” demi kepentingan pribadi. “Mereka dekat dgn pejabat dan pengusaha, jualan NU hanya untuk cari makan,” ungkapnya dengan nada sarkastik.
Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Dalam beberapa tahun terakhir, PBNU memang kerap tampil dalam berbagai forum nasional dan internasional yang melibatkan pemerintah maupun kalangan bisnis. Meski hal ini bisa dilihat sebagai upaya diplomasi sosial dan penguatan peran NU di pentas global, sebagian pihak justru menilai bahwa batas antara kepentingan organisasi dan kepentingan individu mulai kabur.