7 Akun Media Sosial Ditahan karena Diduga Provokasi Demo Anarkis: Ini Identitas dan Peran Mereka

Demo-Instagram-
7 Akun Media Sosial Ditahan karena Diduga Provokasi Demo Anarkis: Ini Identitas dan Peran Mereka
Aksi demonstrasi yang berlangsung di sejumlah wilayah Indonesia pada akhir Agustus hingga awal September 2025 sempat berujung ricuh. Dibalik kerusuhan tersebut, pihak kepolisian berhasil mengungkap peran aktor-aktor maya yang diduga kuat sebagai dalang provokasi melalui media sosial. Dalam pengungkapan yang disampaikan pada Rabu, 3 September 2025, Bareskrim Polri secara resmi menetapkan tujuh orang sebagai tersangka atas dugaan provokasi aksi demonstrasi anarkis lewat platform digital.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari operasi patroli siber yang digelar intensif oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bekerja sama dengan jajaran Polda seluruh Indonesia. Operasi tersebut berlangsung dari 23 Agustus hingga 3 September 2025, tepat pada masa-masa menjelang dan selama aksi demonstrasi berlangsung di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan.
Brigadir Jenderal Polisi (Pol) Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, dalam konferensi pers yang digelar di Mabes Polri, menyampaikan bahwa tujuh tersangka ini bukan sekadar pengguna media sosial biasa, melainkan mereka yang secara aktif menyebarkan konten provokatif, hasutan kebencian, dan ajakan untuk melakukan tindakan anarkis selama unjuk rasa.
“Kami tidak hanya melihat dari satu sisi, tapi juga melakukan analisis forensik digital yang mendalam terhadap aktivitas online mereka. Ada bukti kuat bahwa konten-konten yang mereka sebarkan memicu kerusuhan, termasuk seruan untuk merusak fasilitas umum, menyerang aparat, dan menghasut massa agar bertindak di luar koridor hukum,” tegas Himawan.
Usia Tersangka Rata-Rata Muda, Didominasi Generasi Milenial dan Gen Z
Yang menarik dari temuan ini adalah profil usia para tersangka. Mereka berkisar antara 20 hingga 39 tahun, menunjukkan bahwa generasi muda menjadi garda depan dalam penyebaran narasi provokatif di dunia maya. Lima dari tujuh tersangka berusia di bawah 35 tahun, mengindikasikan bahwa media sosial kini menjadi alat ampuh bagi kelompok tertentu untuk memengaruhi opini publik secara masif dan cepat.
Para tersangka berasal dari berbagai latar belakang, baik pria maupun wanita, dengan profesi yang bervariasi—mulai dari mahasiswa, pekerja kreatif, hingga pengangguran. Namun yang menyatukan mereka adalah penggunaan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan konten yang berpotensi memicu keresahan sosial dan gangguan keamanan.
Daftar Lengkap 7 Tersangka dan Akun Media Sosial Mereka
Berikut adalah daftar lengkap tujuh individu yang ditetapkan sebagai tersangka, beserta akun media sosial yang mereka gunakan, serta usia mereka:
WH (31 tahun) – Pemilik akun Instagram @bekasi_menggugat
WH diduga menjadi salah satu tokoh sentral dalam menyebarkan narasi anti-pemerintah di wilayah Bekasi. Akunnya memiliki lebih dari 80 ribu pengikut dan sering membagikan video pendek yang memprovokasi massa untuk turun ke jalan dengan cara-cara ekstrem. Polisi menemukan bukti bahwa WH pernah mengunggah konten yang mengajak massa membakar pos polisi dan merusak kendaraan dinas.
KA (24 tahun) – Pemilik akun Instagram @AliansiMahasiswaPenggugat
Seorang mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, KA diduga memanfaatkan akun organisasinya untuk menyebarkan informasi hoaks terkait kebijakan pemerintah. Konten-kontennya kerap menyudutkan aparat keamanan dan memicu emosi massa muda. Polisi menyita ponsel dan laptop milik KA sebagai barang bukti.
LFK (26 tahun) – Pemilik akun Instagram @Larasfaizati
Perempuan muda ini diketahui aktif di dunia aktivisme digital. Akunnya banyak digunakan untuk menggalang dukungan terhadap aksi demo, namun dalam penyelidikan ditemukan bahwa beberapa unggahannya mengandung ujaran kebencian dan ajakan untuk melakukan perlawanan bersenjata secara simbolik. Polisi menyatakan LFK memiliki jaringan luas di kalangan komunitas gerakan sosial.
CS (30 tahun) – Pemilik akun TikTok @Cecepmunich
Dikenal sebagai konten kreator hiburan, CS ternyata juga aktif menyebarkan konten politik provokatif. Akun TikTok-nya yang memiliki lebih dari 200 ribu pengikut digunakan untuk membuat video pendek bernada sarkastik terhadap pemerintah, yang kemudian viral dan memicu reaksi berantai. Salah satu videonya berjudul “Kalau Polisi Nggak Mau Dengar, Kita Ajak Main Api” diduga menjadi pemicu rusuh di kawasan Monas.
IS (39 tahun) – Pemilik akun TikTok @hs02775
IS merupakan satu-satunya tersangka yang berusia di atas 35 tahun. Ia dikenal sebagai mantan aktivis yang kini menjadi pengamat sosial di media sosial. Polisi menemukan bahwa IS sering membuat konten edukatif yang dibalut dengan kritik keras terhadap kebijakan negara, namun dalam beberapa kasus, narasi yang digunakan berpotensi memicu kebencian massal. Beberapa video-nya dihapus setelah aksi demo, diduga untuk menghilangkan jejak.
SB (35 tahun) – Pemilik akun Facebook dengan nama @Nannu
Akun Facebook milik SB digunakan untuk membuat grup diskusi yang kemudian menjadi wadah koordinasi massa sebelum aksi demo. Polisi menemukan bukti percakapan grup yang mengatur strategi penyusupan ke barisan demonstran damai, serta rencana untuk membakar ban dan membuat blokade jalan. SB kini ditahan di Rutan Bareskrim untuk pemeriksaan lebih lanjut.
G (20 tahun) – Pemilik akun Facebook @BambuRuncing
Yang paling muda di antara keenam tersangka lainnya, G merupakan pelajar dari Jawa Barat yang diduga menjadi buzzer bayaran. Akun Facebook-nya digunakan untuk menyebarkan meme-meme provokatif dan narasi konspirasi yang menyerang institusi negara. Meski usianya masih sangat muda, polisi menemukan jejak digital yang menunjukkan ia terlibat dalam jaringan provokator terorganisasi.
Polisi: Tidak Ada Toleransi untuk Provokator Siber
Brigjen Himawan Bayu Aji menekankan bahwa tindakan tegas terhadap ketujuh tersangka merupakan bagian dari komitmen Polri untuk menjaga ketertiban umum dan mencegah eskalasi konflik di ruang publik, baik fisik maupun maya.
“Media sosial bukan wilayah tanpa hukum. Siapa pun yang menggunakan platform digital untuk menyebarkan kebencian, hasutan, atau provokasi yang mengganggu ketertiban umum, akan kami proses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.