Langit Merah Darah di Pandeglang: Fenomena Rayleigh yang Viral dan Penjelasan Ilmiah di Baliknya
Ray-Instagram-
Langit Merah Darah di Pandeglang: Fenomena Rayleigh yang Viral dan Penjelasan Ilmiah di Baliknya
Pandeglang, 20 Desember 2025 – Pada Kamis sore, 18 Desember 2025, langit di atas pesisir Pantai Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, tiba-tiba berubah warna menjadi merah pekat—seperti darah segar. Fenomena alam yang langka ini sontak menghebohkan warga setempat dan memicu gelombang kekhawatiran. Banyak yang mengira tanda bencana besar akan datang, sementara yang lain langsung merekam momen langka tersebut dan membagikannya di media sosial, memicu viralnya istilah “langit merah darah” di jagat maya Indonesia.
Namun, di balik kecemasan publik, fenomena ini ternyata bukan pertanda kiamat, melainkan proses alamiah yang dikenal dalam dunia sains sebagai hamburan Rayleigh (Rayleigh scattering). Penjelasan ilmiah dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) segera meredakan ketegangan, sekaligus membuka wawasan masyarakat tentang keindahan fisika atmosfer yang terjadi tepat di atas kepala mereka.
Detik-Detik Langit Berubah Jadi Merah Darah
Menurut saksi mata, sekitar pukul 18.00 WIB, tak lama setelah hujan deras berhenti mengguyur kawasan pesisir Pandeglang, langit perlahan-lahan berubah warna. Mulai dari jingga kemerahan biasa saat senja, warnanya semakin intens hingga menyerupai merah darah yang pekat. Langit yang biasanya teduh di sore hari justru terasa dramatis, hampir seperti adegan dalam film bencana atau dunia fantasi.
Video fenomena ini menyebar cepat di platform seperti TikTok, Instagram, dan WhatsApp. Dalam hitungan jam, tagar #LangitMerahPandeglang menjadi tren nasional. Warga setempat mengaku tidak pernah melihat hal serupa sebelumnya. “Saya sampai merinding. Pertama kali lihat langit se-merah itu. Saya kira mau terjadi sesuatu,” ungkap Rudi, seorang nelayan di Panimbang.
Apa Itu Hamburan Rayleigh? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Fenomena langit merah yang terjadi di Pantai Panimbang bukanlah pertanda bencana, melainkan hasil dari proses fisika atmosfer yang disebut hamburan Rayleigh—dinamai dari fisikawan Inggris, Lord Rayleigh, yang pertama kali menjelaskan mekanisme tersebut pada abad ke-19.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah II, Hartanto, menjelaskan bahwa warna langit merah pekat itu muncul karena posisi matahari yang sedang rendah—tepat sebelum tenggelam. Saat matahari berada di posisi ini, cahayanya harus melewati lapisan atmosfer yang jauh lebih tebal dibandingkan saat siang hari.
“Saat cahaya matahari melewati atmosfer yang tebal, gelombang cahaya pendek seperti biru dan ungu lebih mudah tersebar atau ‘disaring’ oleh molekul udara. Sebaliknya, gelombang panjang seperti merah dan jingga justru mampu menembus lebih jauh hingga sampai ke mata kita,” terang Hartanto dalam keterangan resmi pada Jumat, 19 Desember 2025.
Namun, apa yang membuat warna merah kali ini terlihat begitu intens hingga menyerupai “darah”?
Ternyata, faktor tambahan seperti kandungan uap air yang tinggi, kelembapan udara ekstrem, dan keberadaan partikel aerosol atau debu di atmosfer memperkuat efek hamburan tersebut. Setelah hujan deras, atmosfer masih menyimpan banyak uap air, sementara debu dan partikel halus dari aktivitas alam (atau bahkan dari kebakaran hutan jarak jauh) bisa turut memengaruhi cara cahaya dipantulkan.
Fenomena Langka, Tapi Bukan yang Pertama di Dunia
Meski merupakan pengalaman pertama bagi warga Panimbang, fenomena langit merah akibat hamburan Rayleigh bukanlah hal baru dalam catatan ilmiah global. Di berbagai belahan dunia—seperti Australia, California, dan bahkan Eropa—langit merah pernah muncul dalam konteks yang berbeda: terkadang setelah kebakaran hutan besar, letusan gunung berapi, atau bahkan saat badai debu melanda.
Namun, di Pandeglang, fenomena ini murni terjadi karena kombinasi kondisi meteorologis lokal: senja, kelembapan tinggi pasca-hujan, dan partikel atmosfer yang pas. Tidak ada indikasi adanya aktivitas vulkanik, kebakaran besar, atau polusi ekstrem yang memicunya.