Khutbah Jumat 26 Desember 2025: Momentum Muhasabah, Tobat, dan Persiapan Menyambut Tahun Baru dengan Hati yang Lebih Bersih
alquran-pixabay-
Khutbah Jumat 26 Desember 2025: Momentum Muhasabah, Tobat, dan Persiapan Menyambut Tahun Baru dengan Hati yang Lebih Bersih
Di penghujung tahun 2025, ketika detik-detik pergantian tahun semakin dekat, umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, diajak untuk tidak hanya menyambut datangnya tahun 2026 dengan gegap gempita pesta dan resolusi semata, tetapi juga dengan introspeksi diri, penyesalan atas dosa, dan komitmen memperbaiki diri.
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang cenderung mengejar kesenangan sesaat, momentum akhir tahun seharusnya menjadi panggilan spiritual—sebuah kesempatan emas untuk mengevaluasi amal, memperbarui niat, dan memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta. Inilah esensi sejati dari khutbah Jumat akhir tahun: merenung, bertobat, dan menyongsong masa depan dengan hati yang lebih bersih dan langkah yang lebih berkah.
Pergantian Tahun: Lebih dari Sekadar Angka
Sebagian besar masyarakat menyambut pergantian tahun dengan kembang api, pesta, dan janji-janji baru. Namun, dalam perspektif Islam, pergantian tahun bukan hanya peristiwa kronologis, melainkan peringatan ilahi bahwa usia manusia terus berkurang, dan setiap detik yang berlalu takkan pernah kembali.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 44:
"Allah menjadikan malam dan siang silih berganti. Sesungguhnya pada yang demikian itu pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam)."
Imam Abu Muhammad al-Baghawi dalam Tafsir Ma’alimut Tanzil menjelaskan bahwa pergantian siang dan malam, serta bergulirnya tahun demi tahun, bukan sekadar fenomena alam biasa. Ini adalah bukti konkret kekuasaan dan keesaan Allah SWT, sekaligus undangan bagi manusia yang berakal untuk merenungkan hakikat kehidupan yang fana.
Muhasabah: Cermin Jiwa Seorang Mukmin
Di sinilah pentingnya muhasabah—proses evaluasi diri yang jujur dan mendalam. Sebagaimana dikatakan oleh Maimun bin Mahran dalam Ihya Ulumiddin:
"Tidaklah seorang hamba termasuk golongan orang-orang yang bertakwa, hingga ia bermuhasabah (mengintrospeksi) dirinya sendiri."
Muhasabah bukan hanya tentang menghitung dosa, tetapi juga menimbang amal baik:
Sudahkah kita menjadi pribadi yang lebih sabar?
Apakah kita lebih banyak memberi atau malah menumpuk keserakahan?
Apakah shalat kita memang membawa perubahan dalam akhlak dan perilaku?
Tanpa muhasabah, manusia mudah terlena oleh ilusi kesuksesan duniawi, padahal di sisi Allah, nilai diri diukur dari ketakwaan dan manfaatnya bagi sesama.
Tobat: Gerbang Pembaruan Spiritual
Jika hasil muhasabah menunjukkan banyak kekurangan—dan hampir pasti demikian—maka tobat adalah jalan wajib yang harus ditempuh. Tobat bukan sekadar ucapan “astaghfirullah”, tetapi perubahan nyata: meninggalkan dosa, menyesal dari hati, dan bertekad kuat untuk tidak kembali kepadanya.
Allah SWT Maha Pengampun. Dalam Surah Az-Zumar ayat 53, Allah berfirman:
"Katakanlah: ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.’"
Namun, jangan menunda tobat. Kematian tidak menunggu resolusi tahun baru. Ia bisa datang kapan saja—bahkan sebelum jarum jam menunjuk pukul 00.00.
Renungan dari Rabiah al-Adawiyah: Hidup Adalah Hari-Hari yang Terhitung
Dalam sebuah nasihat yang begitu menyentuh, Rabiah al-Adawiyah pernah berkata kepada Sufyan ats-Tsauri:
"Sesungguhnya engkau hanyalah hari-hari yang terhitung. Jika satu hari berlalu, maka sebagian dari dirimu telah pergi. Dan hampir saja jika sebagian telah pergi, maka seluruhnya akan pergi…"
Kalimat ini adalah cermin kefanaan hidup. Setiap pagi adalah kesempatan, setiap malam adalah pengingat. Apa yang kita lakukan hari ini menentukan nilai diri kita di sisi Allah—bukan hanya di dunia, tetapi terutama di akhirat.
Takwa: Bekal Terbaik Menghadapi Masa Depan
Di tengah ketidakpastian global—krisis iklim, ketegangan geopolitik, inflasi, dan pandemi yang belum sepenuhnya reda—manusia membutuhkan panduan yang tak goyah. Dan tidak ada kompas yang lebih sempurna daripada takwa.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 197:
"Berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat."
Takwa bukan hanya soal ritual, tetapi mencakup integritas, kejujuran, empati, dan tanggung jawab sosial. Orang bertakwa tidak hanya takut berbuat dosa, tetapi juga merasa malu jika tidak memberi manfaat kepada sesamanya.