Skandal Suap Jaksa Banten: WNA Korea Selatan Terlibat dalam Kasus Dugaan Penyuapan Berkedok Perkara ITE

Skandal Suap Jaksa Banten: WNA Korea Selatan Terlibat dalam Kasus Dugaan Penyuapan Berkedok Perkara ITE

uang-pixabay-

Skandal Suap Jaksa Banten: WNA Korea Selatan Terlibat dalam Kasus Dugaan Penyuapan Berkedok Perkara ITE

Sebuah skandal besar mengguncang institusi penegak hukum di Indonesia. Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengungkap jaringan suap yang melibatkan tiga jaksa dari Kejaksaan Tinggi Banten dan Kejaksaan Negeri Tigaraksa. Yang mencengangkan, salah satu pihak yang diduga menjadi dalang di balik aliran dana haram itu ternyata adalah warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan. Kasus ini terungkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di wilayah Banten, dan kini menjadi sorotan nasional karena keterkaitannya dengan perkara Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).



OTT KPK: Sembilan Orang Ditangkap, Uang Tunai Rp941 Juta Disita
Operasi senyap KPK pada Rabu, 17 Desember 2025, di wilayah Banten berhasil menangkap sembilan orang yang diduga terlibat dalam praktik suap. Dari hasil operasi tersebut, penyidik menyita uang tunai sebesar Rp941 juta yang diduga digunakan sebagai imbalan agar perkara ITE yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Tangerang bisa “dikondisikan” sesuai keinginan para terduga pemberi suap.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengonfirmasi bahwa uang tersebut berasal dari tiga pihak yang terlibat dalam kasus ITE yang sama—dua terdakwa dan satu saksi. Salah satu terdakwa yang diduga menjadi penggerak utama adalah seorang WNA asal Korea Selatan berinisial CL. Sementara dua pihak lainnya adalah warga negara Indonesia (WNI): terdakwa berinisial TA dan saksi berinisial IL.

“Dalam konteks tertangkap tangan dengan barang bukti uang tunai senilai Rp941 juta,” ujar Anang, Jumat (19/12/2025), dalam keterangan resminya.


Lima Tersangka Ditahan, Termasuk Tiga Jaksa dan Profesional Hukum
Menariknya, meskipun OTT dilakukan oleh KPK, hasil penyelidikan tersebut kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Alasannya, Kejagung mengklaim telah lebih dulu membuka penyidikan terhadap dugaan suap ini sebelum operasi KPK berlangsung.

Berdasarkan temuan awal dan bukti-bukti yang terkumpul, Kejaksaan Agung kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka. Tiga di antaranya adalah jaksa aktif yang diduga menerima suap:

RZ, Kepala Subbagian Tindak Pidana Khusus (Daskrimti) pada Kejaksaan Tinggi Banten
RV, Kepala Seksi D di Kejaksaan Tinggi Banten
HMK, Kepala Seksi Pidana Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang
Selain para jaksa, dua tersangka lainnya adalah DF, seorang pengacara yang diduga bertindak sebagai perantara, dan MS, penerjemah bahasa yang kemungkinan besar menjadi penghubung antara WNA Korea Selatan dan pihak lokal dalam proses komunikasi maupun negosiasi.

WNA Korea dalam Pusaran Hukum Indonesia: Bagaimana Bisa?
Keberadaan seorang WNA Korea Selatan dalam skandal suap hukum di Indonesia menimbulkan sejumlah pertanyaan publik. Apa yang membuat CL terlibat dalam kasus ITE di Tanah Air? Apakah ia tinggal lama di Indonesia, atau hanya datang sesaat untuk menuntaskan perkara hukum? Dan yang paling penting—mengapa ia memilih jalan penyuapan alih-alih menempuh proses hukum yang sah?

Meskipun identitas lengkap dan latar belakang CL belum sepenuhnya terungkap, kasus ini menjadi sorotan khusus karena menunjukkan betapa kerentanan sistem hukum nasional bisa dieksploitasi, bahkan oleh pihak asing. Keterlibatan seorang penerjemah dalam daftar tersangka juga mengisyaratkan bahwa praktik suap ini melibatkan jaringan terstruktur yang memanfaatkan peran-peran pendukung untuk menutupi transaksi ilegal.

Jaksa Agung Tegaskan Nol Toleransi terhadap Pelanggaran Etika
Menanggapi skandal ini, Jaksa Agung melalui juru bicaranya menegaskan komitmen tanpa kompromi terhadap integritas institusi. Anang Supriatna menegaskan bahwa setiap insan Adhyaksa wajib menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme, etika jabatan, dan kepercayaan publik.

“Jaksa Agung telah berulang kali menegaskan bahwa setiap insan Adhyaksa wajib menjunjung tinggi integritas, profesionalisme, dan etika jabatan. Apabila terdapat oknum yang mencederai kepercayaan publik, maka akan ditindak tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.

Pernyataan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa Kejaksaan Agung tidak akan segan membersihkan internalnya dari oknum-oknum yang merusak kredibilitas lembaga. Namun, di sisi lain, masyarakat juga menuntut transparansi penuh dalam proses penyidikan dan penuntutan agar kasus ini tidak berakhir sebagai sekadar “operasi citra”.

Implikasi Luas: Ancaman terhadap Kepercayaan Publik dan Reputasi Hukum Nasional
Skandal suap yang melibatkan WNA ini bukan sekadar catatan hitam bagi para jaksa yang terlibat, tetapi juga menjadi ujian bagi sistem peradilan Indonesia secara keseluruhan. Di tengah upaya pemerintah memperbaiki citra penegakan hukum dan menarik investasi asing, kasus semacam ini justru berpotensi merusak kepercayaan investor dan masyarakat internasional.

Baca juga: Siapa Stefani Horison? Pemanang MasterChef Season 5 yang Resmi Dilamar Jerry Andrean, Bukan Orang Sembarangan di Suarabaya?

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya