Bolehkah Korban Banjir di Sumatera Manfaatkan Gelondongan Kayu yang Terseret Arus? Ini Penjelasan Resmi Pemerintah!
Banjir-Instagram-
Pembangunan hunian sementara (huntara)
Konstruksi hunian tetap (huntap) bagi korban banjir
Perbaikan fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, dan tempat ibadah
Namun, pemerintah juga mengimbau agar masyarakat tidak menimbun, menjual, atau memperdagangkan kayu tersebut tanpa izin resmi, karena bisa berpotensi melanggar hukum kehutanan.
Baca juga: Viral Live Streaming Hina Pengasuh Andrew Raxy Neil, Erika Carlina Minta Warganet Bantu Lacak Pelaku
Sosialisasi ke Seluruh Level Pemerintahan Daerah
Guna memastikan regulasi ini berjalan efektif di lapangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan sosialisasi intensif kepada seluruh jajaran pemerintahan daerah. Mulai dari gubernur, bupati/wali kota, hingga camat dan lurah di wilayah terdampak diminta untuk menjadi fasilitator dalam proses pendataan dan distribusi kayu-kayu tersebut.
Pendekatan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menggabungkan prinsip keadilan sosial dengan tanggung jawab ekologis—di mana kebutuhan mendesak korban bencana dihargai, tetapi tetap diimbangi dengan perlindungan terhadap sumber daya alam nasional.
Mengapa Regulasi Ini Penting?
Sepintas, memanfaatkan kayu yang “terseret banjir” terlihat sebagai tindakan wajar. Namun, tanpa aturan yang jelas, hal ini berpotensi membuka celah bagi praktik illegal logging yang mengatasnamakan bencana. Di masa lalu, situasi serupa kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk menebang pohon secara liar, lalu mengklaim kayu tersebut sebagai “hasil banjir”.
Dengan adanya Surat Edaran ini, pemerintah menutup celah tersebut sekaligus memberikan jalur hukum aman bagi korban bencana untuk memperoleh bahan bangunan tanpa harus khawatir terjerat masalah hukum.