Buruh Akan Gelar Aksi Besar-Besaran Menolak PP Pengupahan yang Dinilai Tak Libatkan Suara Pekerja

Buruh Akan Gelar Aksi Besar-Besaran Menolak PP Pengupahan yang Dinilai Tak Libatkan Suara Pekerja

Ilustrasi Demo--

Buruh Akan Gelar Aksi Besar-Besaran Menolak PP Pengupahan yang Dinilai Tak Libatkan Suara Pekerja

Tegangnya hubungan antara pemerintah dan kalangan pekerja kembali mencuat menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026. Kali ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar konferensi pers untuk menyuarakan penolakan keras terhadap Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengupahan yang dianggap lahir tanpa partisipasi buruh. Sebagai bentuk protes, ribuan pekerja dipastikan akan turun ke jalan dalam aksi demonstrasi besar-besaran pekan ini.



Buruh Merasa Dikesampingkan dalam Proses Pengambilan Keputusan
Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (16/12/2025), Ketua Umum KSPI, Said Iqbal, menegaskan bahwa PP tentang pengupahan yang disusun tanpa melibatkan perwakilan buruh merupakan bentuk pengabaian terhadap hak konstitusional pekerja. Menurutnya, proses perumusan kebijakan yang menyangkut nasib jutaan buruh seharusnya bersifat partisipatif dan transparan.

“Tidak boleh kebijakan yang menyangkut nasib hidup buruh dibuat secara sepihak. Kami menolak keras PP tentang pengupahan ini karena buruh sama sekali tidak dilibatkan dalam penyusunannya,” tegas Iqbal.

PP yang dimaksud dikabarkan akan segera ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto. Jika hal tersebut benar terjadi, KSPI menyatakan siap menggelar aksi demonstrasi nasional sebagai wujud perlawanan kolektif dari buruh seluruh Indonesia.


Aksi Nasional Digelar di Tiga Wilayah Strategis
Aksi besar-besaran tersebut direncanakan berlangsung pada Jumat, 19 Desember 2025, di tiga wilayah industri utama: Jawa Barat, Banten, dan Jakarta. Estimasi jumlah massa yang akan turun ke jalan sangat signifikan—sekitar 10.000 buruh dari Jawa Barat, 3.000 dari Banten, dan 2.000 dari DKI Jakarta—semuanya akan bergerak menuju Istana Negara guna menyampaikan aspirasi mereka secara langsung.

“Kami telah menyampaikan rencana aksi ini kepada Menteri Ketenagakerjaan. Ada dua tuntutan utama: pertama, menolak PP baru tentang pengupahan; kedua, menolak penetapan UMP 2026 yang menggunakan PP tersebut sebagai dasar hukum,” jelas Iqbal.

Buruh Minta Keadilan melalui Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Inti dari penolakan buruh terletak pada ketidakadilan formula penghitungan upah minimum yang, menurut mereka, tidak mencerminkan realitas ekonomi yang dihadapi para pekerja. PP yang baru ini dianggap mengabaikan rekomendasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa penetapan upah minimum harus mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Indah Anggoro Putri, menjelaskan bahwa pemerintah sebenarnya telah menyesuaikan formula pengupahan sesuai putusan MK. Namun, penyesuaian tersebut dinilai belum mencukupi oleh kalangan buruh.

“Setelah putusan MK, kami memperluas definisi variabel alpha dalam penghitungan UMP. Angka sebelumnya berkisar antara 0,1 hingga 0,3. Sekarang, dengan penyesuaian berdasarkan KHL, nilainya memang naik sedikit,” ujar Indah.

Meski demikian, Indah enggan memberikan angka pasti mengenai besaran alpha yang baru karena PP tersebut belum resmi ditandatangani. Ia hanya menegaskan bahwa variabel lain seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi tetap menjadi pertimbangan utama dalam formula UMP.

Kesenjangan Persepsi antara Pemerintah dan Buruh
Perbedaan pandangan antara pemerintah dan buruh tampak jelas. Di satu sisi, pemerintah mengklaim telah menyesuaikan kebijakan sesuai amanat konstitusi. Namun, di sisi lain, buruh merasa penyesuaian itu hanya bersifat teknis dan tidak menyentuh akar persoalan: upah layak yang mampu menjamin kehidupan manusiawi bagi pekerja dan keluarga mereka.

Menurut Iqbal, masalah utamanya bukan sekadar angka alpha yang naik “sedikit”, melainkan proses yang eksklusif dan tidak demokratis. “Buruh bukan objek kebijakan, tapi subjek yang harus dilibatkan dalam setiap tahapan perumusan kebijakan ketenagakerjaan,” tegasnya.

Demonstrasi sebagai Upaya Terakhir
Aksi demonstrasi yang direncanakan pada 19 Desember bukanlah sekadar bentuk protes biasa. Bagi buruh, ini adalah langkah terakhir setelah berbagai upaya dialog dan lobi gagal membuahkan hasil. Iqbal mengungkap bahwa pihaknya bahkan telah mendengar kabar adanya pertemuan antara pejabat Kemnaker dengan Presiden Prabowo beberapa hari lalu untuk membahas isu ini.

“Jika PP ini benar-benar disahkan tanpa perubahan mendasar dan tanpa keterlibatan buruh, maka KSPI mewakili seluruh buruh Indonesia secara tegas menolak PP tersebut dan juga menolak nilai UMP 2026 yang dihitung berdasarkan PP itu,” tegas Iqbal.

Baca juga: SOSOK Rama Petani Petani Ganja dengan Teknologi Greenhouse yang Gemparkan Warga Jombang, Ternyata Warga Surabaya

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya