Hearts2Hearts Jadi Sorotan Global Gara-gara Iklan Bareng Brand Lokal Indonesia: Ini 5 Alasan di Balik Kontroversi yang Bikin Heboh Dunia Maya

Hearts2Hearts Jadi Sorotan Global Gara-gara Iklan Bareng Brand Lokal Indonesia: Ini 5 Alasan di Balik Kontroversi yang Bikin Heboh Dunia Maya

Heard2heard-Instagram-

Hearts2Hearts Jadi Sorotan Global Gara-gara Iklan Bareng Brand Lokal Indonesia: Ini 5 Alasan di Balik Kontroversi yang Bikin Heboh Dunia Maya

Dunia hiburan K-pop kembali dihebohkan oleh kontroversi visual, kali ini melibatkan girl group pendatang baru, Hearts2Hearts, yang tengah naik daun berkat musik ceria dan citra youthful-nya. Namun, kolaborasi terbaru mereka dengan brand kecantikan lokal Indonesia “Brand B” justru memicu gelombang perdebatan sengit di media sosial — tidak hanya di Indonesia, tapi juga di kalangan netizen internasional.



Alih-alih memperkuat citra segar dan inovatif, kampanye iklan kolaboratif ini malah menuai kritik tajam karena dianggap memunculkan kesan visual yang ambigu dan berpotensi tidak pantas, terutama mengingat beberapa anggota Hearts2Hearts masih di bawah umur. Lantas, apa saja faktor yang membuat kampanye ini menjadi bola salju global? Berikut analisis mendalamnya.

1. Visual Ambigu: Ketika Angle Kamera Memicu Multitafsir
Salah satu poin krusial yang paling banyak dikritik adalah sudut pengambilan gambar dan komposisi visual dalam iklan tersebut. Meskipun secara eksplisit tidak menampilkan konten yang vulgar, beberapa netizen global — terutama dari komunitas K-pop internasional — menilai bahwa angle kamera dan penempatan objek dalam adegan tertentu menciptakan asosiasi yang tidak seharusnya muncul dalam konteks iklan kecantikan.

Dilansir dari Koreaboo, banyak pengguna media sosial menyoroti penggunaan paper bag cokelat yang dipegang oleh para anggota. Dikombinasikan dengan lighting, pose, dan framing tertentu, elemen-elemen ini disebut menciptakan siluet atau ilusi visual yang sensitif — meski mungkin tidak disengaja oleh tim kreatif. Dalam dunia visual yang sangat sensitif seperti industri hiburan global, nada dan konteks menjadi segalanya, dan kali ini, persepsi publik tampaknya tidak sejalan dengan niat awal kampanye.


2. Kehadiran Anggota di Bawah Umur: Tanggung Jawab yang Tidak Bisa Diabaikan
Hearts2Hearts dikenal memiliki anggota berusia belasan tahun, beberapa di antaranya bahkan belum mencapai usia 18 tahun. Fakta ini memperkeruh situasi, karena publik internasional menilai bahwa konsep visual apa pun yang melibatkan minoritas harus ekstra hati-hati, netral, dan menghindari risiko multitafsir.

Banyak komentar di platform seperti Twitter dan Reddit menekankan pentingnya perlindungan citra dan martabat artis muda, terutama dalam konteks pemasaran komersial. “Mereka masih anak-anak. Konsepnya harus lebih aman, bukan malah memicu spekulasi,” tulis salah satu pengguna Reddit yang viral.

3. Konsep Visual yang Dianggap Tak Sesuai dengan Citra Girl Group
Hearts2Hearts dibentuk dengan konsep girl crush ceria, energik, dan penuh warna — ciri khas yang selaras dengan identitas kebanyakan girl group K-pop generasi keempat dan kelima. Namun, iklan kolaborasi ini justru dinilai melenceng dari narasi merek yang sudah dibangun selama ini.

Sejumlah penggemar mengecam keputusan agensi dan brand dalam menyetujui konsep ini. “Mereka dikenal karena aura positif dan lucu, kok iklannya malah bikin orang bingung? Ini tidak konsisten,” ujar seorang penggemar di Twitter. Pertanyaan besar pun muncul: apakah tim kreatif terlalu fokus pada ‘estetika edgy’ hingga lupa pada esensi karakter grup?

4. Perbedaan Persepsi: Indonesia vs Dunia Internasional
Yang menarik dari kontroversi ini adalah kontras tajam dalam respons publik antara netizen Indonesia dan komunitas global. Di dalam negeri, banyak warganet justru membela kampanye tersebut.

“Ini mah mereka cuma buka paper bag! Bajunya juga tertutup semua, malah kelihatan lucu,” tulis seorang pengguna Twitter Indonesia. Lain lagi komentar lain: “Kalau nggak mikir macam-macam, nggak akan lihat hal aneh. Ini semua soal mindset.”

Respons ini menunjukkan perbedaan budaya visual dan sensitivitas konteks antara audiens lokal dan global. Sementara audiens Indonesia cenderung melihat iklan dari sisi literal dan praktis, audiens internasional — terutama di Barat dan Korea — lebih sensitif terhadap implikasi simbolis dan subteks visual, terutama dalam era pasca-#MeToo dan gerakan perlindungan minoritas.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya