Profil Ormas Petir Desak Polisi Usut Tuntas Pengeroyokan Dua Mata Elang di Kalibata, Benarkah Bukan Orang-Orang Sembarangan?
Ilustrasi sentuhan tangan--
Profil Ormas Petir Desak Polisi Usut Tuntas Pengeroyokan Dua Mata Elang di Kalibata, Benarkah Bukan Orang-Orang Sembarangan?
Aksi kekerasan yang menimpa dua orang yang diduga sebagai “mata elang” (matel) di kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/12/2025), memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Persaudaraan Timur Raya (PETIR), sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang menaungi warga asal Indonesia Timur di ibu kota. Ketua Umum PETIR, E. Alex Kadju, mendesak aparat kepolisian untuk segera mengungkap dan menangkap para pelaku beserta dalang di balik pengeroyokan brutal tersebut.
Dalam pernyataan resminya, Alex menegaskan bahwa insiden tersebut bukan sekadar tindak kekerasan biasa, melainkan bagian dari rangkaian konflik sosial yang berpotensi memantik ketegangan lebih luas. “Kami meminta kepolisian bertindak cepat, transparan, dan adil. Jangan biarkan aksi main hakim sendiri menjadi budaya di tengah masyarakat,” tegasnya.
Dari Pengeroyokan ke Pembakaran: Rantai Balas Dendam yang Mengkhawatirkan
Menurut Alex, pengeroyokan terhadap dua matel pada sore hari itu ternyata memicu reaksi balas dendam berupa pembakaran sejumlah kios di kawasan sekitar TMP Kalibata. “Peristiwa pembakaran itu adalah bentuk eskalasi dari ketidakpuasan sebagian kelompok masyarakat terhadap perlakuan yang selama ini mereka anggap tidak adil,” ungkapnya. Meski demikian, Alex menekankan bahwa tindakan kekerasan—baik pengeroyokan maupun pembakaran—tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun.
“Kami tidak mendukung kekerasan dalam bentuk apapun. Namun, kami juga menuntut keadilan sosial bagi warga Indonesia Timur yang selama ini kerap diperlakukan secara diskriminatif di Jakarta,” tambahnya.
Siapa Sebenarnya Ormas PETIR?
Persaudaraan Timur Raya (PETIR) bukanlah ormas biasa. Organisasi ini lahir dari kebutuhan mendesak akan wadah solidaritas bagi warga asal wilayah Indonesia Timur yang merantau di Jakarta dan sekitarnya. PETIR hadir sebagai suara bagi komunitas yang selama ini sering terpinggirkan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.
Wilayah cakupan keanggotaan PETIR sangat luas, mencakup berbagai provinsi di kawasan timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Ambon, Ternate, Sulawesi, Papua, serta daerah-daerah lainnya yang secara geografis dan kultural termasuk dalam kategori “Indonesia Timur”.
Organisasi ini tidak hanya berfokus pada kegiatan sosial dan budaya, tetapi juga aktif memperjuangkan hak-hak sipil, akses ekonomi yang adil, serta perlindungan hukum bagi warganya yang tinggal di ibu kota. “PETIR hadir bukan untuk memecah belah, tetapi untuk menyatukan suara dan memperkuat posisi tawar masyarakat timur di tengah arus urbanisasi yang sering kali tidak ramah,” jelas Alex.
Tokoh-Tokoh Nasional di Balik PETIR
Yang menarik, PETIR tidak hanya dihuni oleh tokoh lokal, tetapi juga menarik perhatian sejumlah figur nasional yang peduli terhadap isu keadilan dan kesetaraan. Di antara nama-nama yang tercatat sebagai bagian dari jaringan PETIR adalah Natalius Pigai—mantan Komisioner Komnas HAM yang dikenal vokal membela hak-hak masyarakat adat dan kelompok marginal.