Komdigi RI Gencarkan Akses Internet ke 2.500 Desa Blankspot, Wujudkan Transformasi Digital yang Inklusif
Meutya-Instagram-
Komdigi RI Gencarkan Akses Internet ke 2.500 Desa Blankspot, Wujudkan Transformasi Digital yang Inklusif
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Republik Indonesia meluncurkan inisiatif ambisius untuk menghubungkan 2.500 desa blankspot—wilayah yang hingga kini masih belum tersentuh layanan internet—dalam upaya mempercepat pemerataan akses digital di seluruh penjuru Nusantara. Langkah ini merupakan bagian integral dari visi transformasi digital nasional yang bertujuan menciptakan masyarakat yang lebih terhubung, produktif, dan berdaya saing global.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid, menegaskan bahwa konektivitas digital yang merata bukan sekadar soal teknologi, melainkan fondasi penting bagi pemenuhan hak-hak dasar warga negara. “Akses internet yang merata adalah prasyarat agar masyarakat di desa-desa terpencil juga bisa menikmati layanan pendidikan berkualitas, pelayanan publik yang efisien, serta peluang ekonomi yang setara,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (11/12/2025).
Dari Infrastruktur ke Dampak Nyata: Fokus pada Nilai Tambah Ekonomi
Dalam dua tahun terakhir, pemerintah telah melakukan pembangunan infrastruktur digital secara masif. Namun, Meutya menekankan bahwa tantangan berikutnya bukan hanya soal membangun menara atau memasang kabel, tetapi bagaimana infrastruktur tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang nyata.
“Kita sadari, pemanfaatan infrastruktur digital yang sudah dibangun belum optimal. Teknologi terus berkembang, dan dampak ekonominya memang sudah terasa. Namun, potensi itu masih bisa ditingkatkan jauh lebih tinggi,” papar Meutya.
Ia menekankan bahwa ruang digital harus menjadi wadah kolaboratif yang memberi peluang bagi masyarakat biasa, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), hingga pemerintah daerah untuk tumbuh bersama. “Transformasi digital bukan hanya tentang teknologi—ia harus melahirkan nilai tambah nyata bagi perekonomian nasional dan membuka pintu peluang bagi semua lapisan masyarakat,” tambahnya.
Tantangan Koordinasi Data dan Target 2026
Salah satu hambatan utama dalam menjangkau desa blankspot adalah ketidaksesuaian data antarinstansi pemerintah. Menkomdigi mengakui bahwa terdapat perbedaan signifikan antara data yang dimiliki Komdigi dengan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT).
“Kemarin Pak Mendes datang ke kantor kami. Kami sedang mencocokkan data karena menurut catatan kami ada sekitar 2.500 desa yang belum terkoneksi, sedangkan data Kemendes menyebut angka sekitar 3.000 desa,” ungkap Meutya dalam pertemuan di Jakarta Pusat pada 23 Oktober 2025 lalu.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak menunggu kesempurnaan data untuk bertindak. “Kami mulai dari data yang paling akurat dan paling dekat. Yang penting, kita bisa segera menjangkau wilayah-wilayah yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.
Langkah ini akan menjadi prioritas nasional pada 2026. “Kita sadari masih ada ketimpangan akses di berbagai daerah. Untuk itu, pembangunan infrastruktur digital di wilayah-wilayah tersebut akan menjadi fokus utama tahun depan,” kata Meutya.
Penetrasi Internet Nasional Capai 80,6%, Namun Masih Ada Celah di Tingkat Desa
Data terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa hingga tahun 2025, sebanyak 229 juta jiwa—atau sekitar 80,6% dari total populasi Indonesia yang mencapai 284,4 juta jiwa—telah terhubung ke internet. Capaian ini menandai lompatan besar dalam transformasi digital nasional.
Namun, Meutya mengingatkan bahwa angka tersebut belum menceritakan keseluruhan kisah. “Kalau dilihat dari tingkat provinsi dan kabupaten, hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah terhubung internet. Tapi tantangan terbesar justru ada di level desa,” jelasnya.
Di sinilah letak urgensi program penjangkauan desa blankspot. Tanpa intervensi yang tepat, kesenjangan digital antara kota dan desa berisiko memperlebar jurang ketimpangan sosial dan ekonomi.