Konflik Perbatasan Thailand–Kamboja Memanas: 500 Ribu Warga Mengungsi, Pendidikan Terganggu, dan SEA Games Terguncang
Thailand-Instagram-
Upaya Perdamaian: Trump Kembali Turun Tangan?
Sebelumnya, awal tahun ini, kedua negara sempat sepakat pada gencatan senjata sementara setelah negosiasi difasilitasi oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Namun, kesepakatan itu terbukti rapuh. Dengan meningkatnya korban jiwa—termasuk laporan korban sipil yang terus bertambah—dan ancaman terhadap stabilitas kawasan, Trump dilaporkan kembali berkomitmen untuk menghubungi langsung Perdana Menteri Thailand dan Perdana Menteri Kamboja dalam upaya mediasi darurat.
Langkah ini mendapat sambutan campur dari komunitas internasional. Sebagian pihak menyambut baik inisiatif perdamaian, sementara yang lain mempertanyakan efektivitas keterlibatan aktor non-regional dalam konflik yang sangat dipengaruhi oleh sejarah, geopolitik, dan isu kedaulatan lokal.
Konflik Bersejarah yang Tak Kunjung Usai
Perseteruan antara Thailand dan Kamboja bukanlah hal baru. Akar konflik ini menjangkau jauh ke masa kolonial, terutama seputar sengketa kepemilikan candi Preah Vihear, situs warisan UNESCO yang terletak di perbatasan kedua negara. Meski Mahkamah Internasional (ICJ) telah memutuskan pada tahun 2013 bahwa wilayah tersebut berada di bawah kedaulatan Kamboja, ketegangan di lapangan tak pernah benar-benar reda.
Kini, dengan kembali memanasnya situasi, dunia menanti langkah konkret dari ASEAN, PBB, dan para pemimpin regional untuk mencegah konflik ini meluas menjadi krisis yang lebih besar. Sementara itu, di balik garis depan pertempuran, ratusan ribu warga sipil—termasuk anak-anak, lansia, dan ibu hamil—terus hidup dalam ketakutan, berharap perdamaian segera datang sebelum harga yang harus dibayar menjadi terlalu mahal.