Skandal Anggaran Bantuan Bencana: Harga Beras Rp900 Ribu per 15 Kg, Warga Geram!
Banjir-Instagram-
Skandal Anggaran Bantuan Bencana: Harga Beras Rp900 Ribu per 15 Kg, Warga Geram!
Di tengah duka akibat bencana alam yang melanda tiga provinsi di Sumatera—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—muncul kejanggalan dalam penyaluran bantuan pangan dari Kementerian Pertanian (Kementan). Alih-alih memberikan uluran tangan yang transparan dan berpihak pada rakyat, anggaran bantuan senilai Rp75,5 miliar justru menuai tanda tanya besar karena rincian harga yang dianggap tidak masuk akal, terutama terkait harga beras.
Bantuan untuk Korban Bencana, Namun Angkanya Mencurigakan
Melalui unggahan resmi di akun Threads @kementerianpertanian pada 4 Desember 2025, Kementan menyatakan komitmennya membantu masyarakat terdampak bencana dengan mengalokasikan dana sebesar Rp75,5 miliar. Bantuan tersebut mencakup berbagai kebutuhan pokok, mulai dari beras, minyak goreng, gula, mie instan, hingga obat-obatan dan susu bayi. Pernyataan tersebut awalnya disambut positif sebagai bentuk solidaritas pemerintah pusat terhadap korban bencana.
Namun, riak kritik mulai muncul ketika rincian anggaran bantuan tersebut bocor ke publik. Seorang warganet, melalui akun Threads @rio.chandra.r2 pada 7 Desember 2025, membagikan tangkapan layar dokumen internal yang memperlihatkan rincian anggaran bantuan pangan—dan di sanalah keanehan mulai terlihat.
Hitungan Harga Beras yang Mencengangkan
Dalam dokumen tersebut, tercantum bahwa Kementan mengalokasikan dana Rp1.312.450.000 untuk pengadaan 21.874 kilogram beras. Jika dihitung, harga per kilogram beras mencapai Rp60.000, yang berarti harga untuk satu karung beras ukuran 15 kilogram mencapai Rp900.000.
Angka ini sontak memicu kemarahan publik. Pasalnya, harga tersebut jauh melampaui harga pasar. “Terakhir saya beli di Sidikalang, harga beras 15 kg hanya Rp250 ribu. Itu bukan beras Bulog, tapi merek Kuku Balam yang berkualitas,” tulis @rio.chandra.r2 dalam utasnya.
Yang lebih ironis, Kementan seharusnya menjadi lembaga yang menjaga stabilitas harga pangan dan menjamin keterjangkauan beras—komoditas pokok masyarakat Indonesia. Namun, angka dalam dokumen ini justru mencerminkan sebaliknya: harga beras bantuan yang bahkan lebih mahal dari harga yang dipatok tengkulak.
Warganet Bereaksi: “Apakah Ini Bentuk Eksploitasi atas Penderitaan Rakyat?”
Unggahan tersebut dengan cepat viral dan memicu gelombang reaksi dari warganet. Banyak dari mereka menyatakan kekecewaan, kecurigaan, bahkan kemarahan terhadap potensi penyalahgunaan anggaran bantuan kemanusiaan.
Akun @positive_home menulis, “Di Jogja, beras 5 kg berkualitas harganya cuma Rp75–90 ribu, bukan beras Bulog lagi. Ini malah Rp900 ribu untuk 15 kg? Gak masuk akal!”
Sementara itu, akun @xtine.sidabutar mencoba memberikan penjelasan alternatif: “Mungkin maksudnya 21.874 karung, bukan kilogram. Kalau satu karung 5 kg, totalnya sekitar 109.370 kg, jadi harga per kg jadi sekitar Rp12.000—masih wajar. Tapi, masak sih, kementerian sekelas ini nggak teliti sebelum publikasi resmi?”
Namun, kejanggalan tidak berhenti di situ. Akun @1bbnuuu menyoroti bagian lain dari dokumen tersebut: “Kalau dijumlahkan dari poin 2 sampai 11, totalnya nggak sampai Rp6 miliar. Tapi poin 12—yang hanya tertulis ‘lainnya’—mencapai Rp6 miliar sendiri. Ini harus dijelaskan! Jangan sampai rakyat salah paham atau, lebih buruk lagi, benar-benar dikorupsi.”
Pertanyaan Etika: Apakah Bantuan Justru Jadi Ladang Untung?
Kritik paling pedas datang dari akun @tsyavv, yang menulis: “Bantuan dikorupsi, uang haji dikorupsi, mulai sekali akhlak pejabat di Indonesia ini.” Kalimat tersebut mencerminkan kekecewaan mendalam publik terhadap sistem birokrasi yang dianggap tidak lagi bekerja demi rakyat, melainkan demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Pertanyaannya kini bukan hanya soal kesalahan administratif atau ketidaktelitian dalam penyusunan dokumen, tetapi apakah ada praktik mark-up harga, kontrak fiktif, atau penyimpangan anggaran di balik bantuan yang seharusnya menjadi harapan bagi korban bencana?