Kontroversi Rekrutmen PPPK Badan Gizi Nasional: Publik Pertanyakan Transparansi, Diduga Hanya untuk Orang Dalam

Kontroversi Rekrutmen PPPK Badan Gizi Nasional: Publik Pertanyakan Transparansi, Diduga Hanya untuk Orang Dalam

Pppk-Instagram-

Kontroversi Rekrutmen PPPK Badan Gizi Nasional: Publik Pertanyakan Transparansi, Diduga Hanya untuk Orang Dalam

Rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang digelar oleh Badan Gizi Nasional (BGN) belakangan ini menjadi sorotan tajam publik. Bukan karena antusiasme, melainkan karena dugaan kuat bahwa proses seleksi ini tidak benar-benar terbuka untuk umum—melainkan hanya dikhususkan bagi mereka yang sudah menjadi bagian dari sistem internal, khususnya para Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang telah bertugas di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).



Rekrutmen ini menargetkan formasi Penata Layanan Operasional dengan total kuota mencapai 31.250 posisi, terbuka untuk lulusan S1 dan D4 dari semua jurusan. Namun, di balik angka besar dan janji kesempatan kerja yang luas, muncul pertanyaan kritis: benarkah lowongan ini inklusif, atau justru eksklusif bagi “orang dalam”?

Syarat Tambahan yang Mengundang Kecurigaan
Yang menjadi titik krusial adalah munculnya syarat tambahan yang dituangkan dalam dokumen persyaratan administratif. Melalui unggahan viral di platform Threads pada 6 Desember 2025, akun @plasmaheparin membeberkan hal yang selama ini menjadi desas-desus di kalangan pegiat kebijakan kepegawaian dan pencari kerja.

“Waktu itu sempat ramai soal isu atau desas-desus rekrutmen SPPI yang konon katanya dijanjikan akan langsung diangkat jadi ASN—baik PNS maupun PPPK. Reaksi yang muncul beragam, pro dan kontra,” tulisnya.


Namun, yang lebih mencengangkan adalah isi persyaratan yang kini tercantum resmi dalam pengumuman rekrutmen. Tiga poin krusial—berlabel P, Q, dan R—menjadi sorotan utama karena dinilai menutup pintu bagi pelamar eksternal.

Poin P: Pelamar pada formasi khusus wajib mengunggah Sertifikat Manajerial atau Surat Keterangan Aktif Bekerja yang ditandatangani minimal oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di unit kerja asal.
Poin Q: Pelamar pada formasi umum hanya bisa melamar jika memiliki Surat Keterangan Aktif Bekerja di lingkungan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, yang harus dibuktikan melalui Surat Keputusan Penempatan bertanda tangan Kepala Badan Gizi Nasional.
Poin R: Pelamar yang gagal mengunggah dokumen tersebut langsung dinyatakan gugur atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS), tanpa ruang pertimbangan tambahan.
Dengan kata lain, meskipun disebut “formasi umum,” lowongan ini secara praktis hanya bisa diakses oleh mereka yang sudah bekerja di SPPG—sebuah fakta yang memicu kekecewaan luas di kalangan pencari kerja, terutama lulusan baru dan tenaga profesional di luar sistem.

Publik Bereaksi: “Ini Bukan Rekrutmen, Tapi Legalisasi Status”
Respons warganet terhadap temuan ini begitu keras. Banyak yang menyebut rekrutmen ini lebih mirip mekanisme legalisasi status kerja daripada seleksi terbuka yang adil.

“Bayangkan: ada lowongan kerja, tapi hanya untuk mereka yang sudah bekerja di instansi tersebut. Yang di luar, maaf—tidak bisa daftar,” sindir @plasmaheparin.

Akun lain, @_temptea07, menambahkan kekhawatiran lebih jauh: “Berbeda dengan rekrutmen CPNS yang dibuka umum tanpa syarat tambahan seperti ini. Kalau kebijakan seperti ini jadi norma, bagaimana nasib lulusan baru atau mereka yang selama ini berjuang lewat jalur FG (Formasi Umum)?”

Sementara itu, @kelola_tujuan menilai kebijakan ini justru bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. “Mencarikan pekerjaan kepada orang yang sudah punya pekerjaan? Ini bukan cuma ironis—tapi dzalim,” tegasnya.

Tanda Tanya Besar: Apakah Ini Jalan Pintas Menuju PNS?
Ada pula kecurigaan bahwa program SPPI sejak awal dirancang sebagai jalur alternatif menuju status ASN, dengan janji implisit bahwa partisipasi dalam program ini akan menjamin penempatan sebagai PPPK—dan bahkan PNS di masa depan.

“Dan setelah PPPK, mereka akan menuntut jadi PNS. Seleksi ASN mundur lagi ke zaman belakang, dengan celah melalui PPPK,” komentar akun @susmbeam, menggarisbawahi kekhawatiran akan erosi integritas sistem kepegawaian nasional.

Jika benar, maka praktik seperti ini tidak hanya merugikan pencari kerja umum, tetapi juga berpotensi melemahkan semangat kompetisi sehat, meritokrasi, dan transparansi yang seharusnya menjadi fondasi rekrutmen aparatur sipil negara.

Baca juga: SELAMAT! Resti Indah dan Fahmi NM Resmi Menikah pada 7 Desember 2025

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya