Mengapa Sutopo Kembali Diperbincangkan? Nostalgia Publik atas Sosok Pahlawan Informasi Bencana di Tengah Musibah Sumatera
Sutopo-Instagram-
24 Jam Siaga, Bahkan di Ranjang Rumah Sakit
Yang membuat Sutopo begitu dicintai bukan hanya kecepatan dan ketepatan informasinya, tapi empati yang selalu menyertai setiap rilisnya. Tak jarang, di tengah malam atau dini hari, cuitannya di media sosial menjadi satu-satunya sumber informasi yang bisa dipercaya oleh masyarakat dan jurnalis.
Ia juga tak segan mengoreksi informasi hoaks yang beredar, menjelaskan situasi dengan data, namun tetap menyisipkan doa dan harapan. Dalam banyak kesempatan, ia mengingatkan bahwa bencana bukan hanya urusan alam, tapi juga soal kesiapsiagaan dan solidaritas manusia.
Dedikasinya bahkan menembus batas geografis. The New York Times pernah menurunkan profil mendalam tentangnya dalam artikel berjudul “He Helped Indonesia Through a ‘Year of Disasters,’ While Facing His Own”, yang menggambarkan betapa ia menjadi penyangga informasi di tengah rentetan bencana besar Indonesia pada 2018—mulai dari gempa Lombok, Palu, hingga tsunami Selat Sunda.
Warisan yang Tak Pernah Pudar
Sutopo Purwo Nugroho menghembuskan napas terakhir pada 7 Juli 2019 di Guangzhou, Tiongkok, setelah lebih dari setahun berjuang melawan kanker paru-paru. Namun, jejaknya tak pernah hilang. Setiap kali bencana melanda, namanya kembali disebut—bukan sebagai simbol kesedihan, tapi sebagai pengingat akan pentingnya kejujuran, ketangguhan, dan kemanusiaan dalam manajemen bencana.
Kerinduan publik terhadap sosok seperti Pak Topo bukan sekadar nostalgia personal. Ia adalah cermin kebutuhan akan kepemimpinan yang hadir di saat sulit, yang tak hanya bicara data, tapi juga menyentuh hati.
Di tengah banjir informasi yang seringkali membingungkan—apalagi saat bencana—masyarakat merindukan sosok yang bisa menjadi jangkar kebenaran dan kepercayaan. Dan Sutopo, dalam segala kerendahan hati dan kegigihannya, adalah sosok itu.