Polemik Saham Tambang Sherly Tjoanda: Antara Warisan Keluarga dan Dugaan Gurita Bisnis yang Disorot JATAM
Sherly-Instagram-
Polemik Saham Tambang Sherly Tjoanda: Antara Warisan Keluarga dan Dugaan Gurita Bisnis yang Disorot JATAM
Isu kepemilikan saham tambang yang dikaitkan dengan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, kembali mencuat dan menarik perhatian publik. Polemik ini bermula dari klaim bahwa saham-saham tambang yang dimiliki Sherly berasal dari warisan keluarga. Namun pernyataan itu justru memantik pertanyaan baru, terutama setelah Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merilis laporan investigatif yang menyingkap kemungkinan adanya jejaring bisnis yang jauh lebih kompleks.
Perdebatan mengenai apakah saham-saham tersebut benar-benar hanya warisan atau bagian dari sebuah gurita bisnis makin ramai diperbincangkan, terutama karena peran Sherly kini berada di level kekuasaan tertinggi di provinsi tersebut.
Warisan atau Jaringan Bisnis? Pengakuan Sherly Tjoanda yang Jadi Sorotan
Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Denny Sumargo, Sherly menjelaskan secara terbuka bahwa kepemilikan sahamnya di sejumlah perusahaan tambang bukanlah hasil perkembangan bisnis pribadinya. Menurutnya, saham itu diperoleh sebagai warisan dari sang suami, almarhum Benny Laos, seorang tokoh yang cukup berpengaruh dalam dunia usaha di Maluku Utara.
“Saya dari awal transparan, saya punya saham di beberapa perusahaan tambang itu tidak ada yang salah. Saya punya saham karena itu turun waris ketika almarhum meninggal,” kata Sherly.
Pernyataan tersebut di satu sisi menjadi klarifikasi, namun di sisi lain memunculkan perdebatan baru. Apakah benar seluruh saham itu hanyalah aset keluarga, ataukah terdapat keterhubungan dengan aktivitas bisnis yang tetap berjalan meski ia kini menjabat sebagai gubernur?
Laporan JATAM: Menelusuri Jejak Perusahaan dan Keterkaitan Kepemilikan
Melalui laporan bertajuk “Konflik Kepentingan di Balik Gurita Bisnis Gubernur Maluku Utara”, JATAM memaparkan temuan yang cukup menggelitik. Organisasi advokasi tersebut menelusuri dokumen-dokumen perusahaan, mulai dari akta pendirian, perubahan saham, hingga relasi dengan kelompok usaha Bela Group, sebuah perusahaan besar yang disebut sebelumnya dikelola oleh Benny Laos.
JATAM mencatat sedikitnya lima perusahaan yang memiliki keterkaitan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Sherly Tjoanda. Perusahaan-perusahaan itu antara lain:
PT Karya Wijaya – tambang nikel di Pulau Gebe
PT Bela Sarana Permai – tambang pasir besi di Pulau Obi
PT Bela Kencana – perusahaan tambang nikel
PT Amazing Tabara – perusahaan tambang emas
PT Indonesia Mas Mulia – tambang emas dan tembaga
Jejak kepemilikan ini dipandang sebagai indikasi kuat bahwa struktur bisnis keluarga tetap hidup dan memegang peranan penting dalam industri tambang di Maluku Utara.
Legalitas vs Etika Publik: Garis Tipis yang Diperdebatkan
Di tengah meningkatnya sorotan publik, Sherly menegaskan bahwa seluruh kepemilikan sahamnya bersifat terbuka dan tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Ia juga menambahkan bahwa sebagai gubernur, dirinya telah menghentikan seluruh jabatan dalam perusahaan sebelum resmi dilantik.
“Saya keluar dari seluruh kepengurusan perusahaan sebelum dilantik sebagai gubernur,” jelasnya.
Sherly pun menyatakan bahwa selama ia menjabat, Pemerintah Provinsi Maluku Utara belum pernah menandatangani satu pun izin tambang baru. Namun JATAM menilai bahwa persoalan tidak sesederhana itu.
Menurut JATAM, potensi konflik kepentingan tetap dapat terjadi meski izin-izin tersebut dianggap sah secara hukum. Hal ini karena pejabat publik yang masih memiliki saham di perusahaan tertentu berpotensi memiliki kepentingan pribadi atas kebijakan yang dibuat.
Dinamisator JATAM Maluku Utara, Julfikar Sangaji, menegaskan bahwa sejumlah undang-undang, mulai dari UU Administrasi Pemerintahan, UU Pemerintahan Daerah, hingga peraturan KPK, sudah mengatur larangan rangkap kepentingan bagi pejabat publik.
“Praktik semacam ini berisiko melanggar aturan formal dan dapat merusak kepercayaan publik,” ujarnya.