Tragedi Maut Bus PO Cahaya Trans di Semarang: Armada Tak Berizin dan Tak Laik Jalan Jadi Sorotan Nasional

Tragedi Maut Bus PO Cahaya Trans di Semarang: Armada Tak Berizin dan Tak Laik Jalan Jadi Sorotan Nasional

Bus-Instagram-

Tragedi Maut Bus PO Cahaya Trans di Semarang: Armada Tak Berizin dan Tak Laik Jalan Jadi Sorotan Nasional

Insiden maut yang menimpa bus PO Cahaya Trans di Simpang Susun Krapyak, Kota Semarang, pada dini hari Senin (22/12/2025), bukan hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga membongkar serangkaian pelanggaran administratif dan teknis yang mengkhawatirkan di dunia transportasi darat nasional. Dari 34 penumpang yang berada di dalam kendaraan tersebut, hampir separuhnya dilaporkan meninggal dunia—angka yang sangat mencengangkan dan mengejutkan publik.



Bus bernomor polisi B 7201 IV itu sejatinya tengah dalam perjalanan dari Jati Asih, Bekasi, menuju Yogyakarta. Namun, takdir berkata lain. Sekitar pukul 00.30 WIB, ketika melintasi ruas jalan tol Krapyak yang dikenal curam dan berliku, sang pengemudi kehilangan kendali. Bus menabrak pembatas jalan sebelum akhirnya terguling—membuat bagian belakang dan sisi samping kendaraan rusak parah akibat benturan hebat.

Fakta Mengejutkan: Bus Tak Terdaftar dan Dilarang Beroperasi
Investigasi awal yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubdat) mengungkap fakta mengejutkan: bus tersebut sama sekali tidak memiliki izin operasional resmi.

“Setelah dicek melalui aplikasi Mitra Darat, kendaraan ini tidak terdaftar baik sebagai angkutan pariwisata maupun angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP),” ungkap Aan Suhanan, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, dalam keterangan resminya pada Senin, 22 Desember 2025.


Lebih mengkhawatirkan lagi, data dari Badan Layanan Umum Elektronik (BLU-e) menunjukkan bahwa bus tersebut terakhir kali menjalani uji berkala pada 3 Juli 2025. Namun, hasil ramp check—pemeriksaan mendadak oleh otoritas berwenang—pada 9 Desember 2025 menyatakan bahwa kendaraan tersebut tidak laik jalan dan seharusnya dilarang beroperasi.

Artinya, armada ini telah melanggar dua pilar utama keselamatan transportasi: legalitas operasional dan kelaikan teknis. Kombinasi fatal ini menjadi sorotan tajam di tengah maraknya kecelakaan transportasi darat yang melibatkan bus pariwisata dan antarkota.

Analisis Awal: Kombinasi Faktor Manusia dan Infrastruktur
Menurut Aan Suhanan, dugaan awal kecelakaan dipicu oleh kelalaian manusia, khususnya sopir yang kehilangan konsentrasi saat melaju di medan jalan yang menurun dan berliku. “Sopir tampaknya tidak memahami karakteristik rute Krapyak yang dikenal curam dan memerlukan pengereman ekstra hati-hati,” jelasnya.

Faktor kecepatan tinggi juga diduga menjadi pemicu utama. Di tengah malam yang minim penerangan dan kondisi jalan basah pasca-hujan, pengemudi gagal mengantisipasi tikungan tajam, sehingga bus menabrak pembatas dan terguling.

Namun, pertanyaan besar muncul: bagaimana mungkin bus yang telah dinyatakan tidak laik jalan dan tak berizin bisa tetap beroperasi secara bebas? Ini menunjukkan celah pengawasan yang masih lemah di lapangan, serta potensi praktik ilegal yang sistematis dalam operasional angkutan antarkota.

Respons Nasional: Desakan Reformasi Sistem Transportasi Darat
Tragedi ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Komisi V DPR RI, organisasi keselamatan transportasi, dan kelompok masyarakat sipil. Mereka menuntut transparansi penuh dalam investigasi dan langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa.

Aan Suhanan menegaskan bahwa pihaknya akan mengevaluasi seluruh sistem pengawasan kendaraan angkutan umum, termasuk penguatan integrasi data antara BLU-e, Sistem Informasi Angkutan Jalan (SIAJ), dan aplikasi Mitra Darat.

“Kami mengingatkan seluruh perusahaan otobus agar tidak mengambil risiko nyawa manusia demi keuntungan semata. Armada yang dioperasikan harus memenuhi standar teknis dan administratif,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pengecekan kesehatan pengemudi secara berkala, ketersediaan sopir cadangan dalam perjalanan jauh, serta pemahaman mendalam terhadap rute yang akan dilalui—tiga poin krusial yang sering diabaikan demi efisiensi operasional.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya