Tragedi di Balik Kaleng Sarden: Buruh Perempuan Banyuwangi Kehilangan Jari karena Minim APD dan Jam Kerja Ekstrem

Tragedi di Balik Kaleng Sarden: Buruh Perempuan Banyuwangi Kehilangan Jari karena Minim APD dan Jam Kerja Ekstrem

pabrik-pexels/pixabuy-

Jam Kerja Maraton, Gaji di Bawah UMK
Tak hanya soal keselamatan, para buruh ini juga dikabarkan bekerja dengan jam kerja yang melampaui batas kewajaran. Mereka mulai bekerja sejak pukul 07.00 pagi hingga pukul 21.00 atau bahkan 22.00 malam—artinya, mereka menghabiskan 14 hingga 15 jam per hari di pabrik, tanpa jaminan istirahat cukup atau lembur yang dibayar layak.

Lebih menyedihkan lagi, upah yang mereka terima diklaim berada di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Banyuwangi. Beberapa warganet yang ikut berkomentar mengungkap bahwa praktik ini bukan hal baru. Salah satu akun, @pivotabel, menyebut bahwa pabrik tersebut telah beroperasi puluhan tahun dan “korban kecelakaannya banyak”.



Baca juga: Aura Kasih Pilih Lagu John Wayne dari Cigarettes After Sex: Apa Maknanya dalam Lukisan yang Dikaitkan dengan Ridwan Kamil?

“Upah di bawah minimum, jam kerja berlebihan. Kalau ditelusuri lebih dalam pasti gila sih, jahat banget itu pengelolanya. Dari dulu udah keterlaluan dan di tengah kondisi kayak gini pasti semakin memanfaatkan,” tulisnya.

Modus Outsourcing dan Kontrak Kerja Fleksibel
Praktik eksploitasi ini juga diduga menggunakan sistem outsourcing dan skema Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Sebagaimana diungkap akun @gimanasihyah, buruh sering dikontrak selama satu tahun, lalu diperpanjang berulang kali tanpa pernah diangkat menjadi pekerja tetap.


“Modus cuci tangannya nanti, yaitu berdalih pekerja-pekerja itu: dikontrak di bawah outsourcing, tipe kontraknya PKWT 1 tahun, tapi diperpanjang terus tiap tahun,” ujarnya, mengkritik cara perusahaan menghindari tanggung jawab sosial dan hukum.

Sistem ini memungkinkan perusahaan menghindari kewajiban memberikan jaminan sosial, tunjangan kesehatan, hingga kompensasi kecelakaan kerja—yang seharusnya dijamin oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Warga Setempat Angkat Suara: “Semua PT di Muncar Busuk”
Kritik tak hanya datang dari pengguna media sosial di luar daerah, tapi juga dari warga

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya