Tiga Jaksa di Kalimantan Selatan Diberhentikan Sementara Usai Jadi Tersangka KPK dalam Kasus Pemerasan Pejabat Daerah
Ilustrasi kejahatan--
Rincian penerimaan Tri Taruna meliputi:
Rp930 juta dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU pada tahun 2022
Rp140 juta dari rekanan proyek pada tahun 2024
Temuan ini menggarisbawahi kemungkinan bahwa praktik pemerasan dan penyalahgunaan wewenang telah berlangsung secara berulang dan sistematis di lingkungan Kejari HSU, bahkan sebelum Albertinus menjabat.
Bayang-bayang Korupsi di Institusi Penegak Hukum
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi kejaksaan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Alih-alih menegakkan hukum, ketiga jaksa tersebut justru menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi, merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Masyarakat Hulu Sungai Utara, yang seharusnya dilindungi oleh penegak hukum, justru menjadi korban dari praktik eksploitasi kekuasaan. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur publik, justru dikuras demi memenuhi ambisi pribadi segelintir oknum.
Kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan lebih luas: seberapa kuat mekanisme pengawasan internal di tubuh kejaksaan? Apakah ada celah struktural yang memungkinkan praktik semacam ini berlangsung tanpa terdeteksi selama bertahun-tahun?
Harapan untuk Reformasi Internal dan Transparansi
Langkah cepat Kejaksaan Agung dalam menonaktifkan para tersangka patut diapresiasi. Namun, langkah tersebut hanyalah permulaan. Diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan, rotasi pejabat, serta mekanisme pelaporan internal untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Selain itu, transparansi dalam proses penyidikan dan persidangan oleh KPK juga menjadi kunci penting dalam memulihkan kepercayaan masyarakat. Publik berhak tahu siapa saja yang terlibat, bagaimana modusnya bekerja, dan apa sanksi yang layak diberikan.
Kasus ini bukan hanya soal tiga oknum jaksa, tetapi juga ujian bagi integritas seluruh sistem hukum Indonesia. Jika tidak ditangani dengan serius dan menyeluruh, maka kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum—yang selama ini rapuh—bisa runtuh sepenuhnya.