Wali Kota Ternate Niat Skakmat Sherly Tjoanda, Justru Dibongkar M. Tauhid Soleman Tak Hadir Saat Kunjungan Resmi – Siapa Sebenarnya yang Mangkir dari Tugas?
Tauhid-Instagram-
Wali Kota Ternate Niat Skakmat Sherly Tjoanda, Justru Dibongkar M. Tauhid Soleman Tak Hadir Saat Kunjungan Resmi – Siapa Sebenarnya yang Mangkir dari Tugas?
Dunia politik daerah Maluku Utara kembali memanas menyusul viralnya video pertemuan antara Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, dan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda. Awalnya, video tersebut diunggah oleh akun TikTok @pasdua_ dan dengan cepat menjadi sorotan publik. Namun, alih-alih mendapat simpati, sang Wali Kota justru mendapat kritik balik setelah Gubernur Sherly membongkar fakta mengejutkan: Tauhid absen dari acara resmi yang dihadiri pejabat pusat di wilayahnya sendiri.
Protokol Pemerintahan vs Fakta Lapangan
Dalam video yang beredar luas, Tauhid Soleman tampil penuh keyakinan. Ia menyampaikan protes terbuka kepada Gubernur Sherly Tjoanda, menuding bahwa sejak menjabat sebagai Gubernur Maluku Utara, Sherly belum pernah melakukan kunjungan kerja resmi ke Kantor Pemerintah Kota Ternate, meskipun sang gubernur memang tinggal di kota tersebut.
“Saya ingin menyampaikan ke Ibu Gubernur bahwa sejak dilantik sebagai kepala daerah kita semua ini, khusus Ibu Gubernur itu belum pernah kunjungan kerja ke Kota Ternate,” ujar Tauhid dengan nada tegas, seperti dikutip pada Sabtu, 20 Desember 2025.
Tauhid menekankan pentingnya marwah pemerintahan. Menurutnya, kedudukan seorang Gubernur yang tinggal di Ternate seharusnya menjadikan kota itu sebagai prioritas dalam agenda kerja, termasuk kunjungan resmi ke instansi pemerintah setempat.
“Ibu memang tinggal di Ternate, tapi belum pernah melakukan kunjungan kerja ke Pemerintah Kota Ternate. Beda Bu, Ibu tinggal di sini dengan pertemuan kita di sini secara marwah itu tidak sama,” tambahnya.
Jawaban Menohok dari Gubernur Sherly
Alih-alih diam, Gubernur Sherly Tjoanda memberikan respons tajam. Ia membenarkan bahwa dirinya tidak pernah berkunjung ke kantor Wali Kota Ternate, namun bukan karena mengabaikan kota tersebut. Sebaliknya, Sherly mengungkap bahwa ia telah beberapa kali hadir dalam kegiatan pemerintahan di tingkat kelurahan, termasuk acara penting yang dihadiri pejabat tingkat pusat.
Salah satu contoh yang disebut Sherly adalah kunjungan bersama Menteri Hukum dan HAM ke Ternate dalam rangka program Pos Bantuan Hukum (Posbakum). Namun, dalam acara tersebut, baik Wali Kota maupun Sekretaris Daerah Ternate justru tidak hadir.
“Untuk kunjungan kelurahan, saya pernah kunjungan kelurahan dengan Pak Menkum, tetapi Pak Wali Kota tidak hadir. Waktu itu acaranya Posbankum di Kota Ternate,” ungkap Sherly.
Lebih lanjut, Sherly mengaku merasa tidak enak hati kepada Kementerian Hukum karena ketidakhadiran pejabat daerah setempat.
“Sampai ke kelurahan, yang ada hanya ibu lurah. Pak Sekda pun tidak ada, Pak Wali pun tidak ada. Saya bertanya ke Pak Lurah ‘Mana Pak Wali?’ katanya gak hadir. Jadi saya juga nggak enak dengan pihak Kementerian Hukum,” imbuhnya.
Opini Publik Berbalik: Wali Kota Justru Dikritik
Respons Sherly Tjoanda sontak mengubah dinamika narasi publik. Dari awalnya menganggap Gubernur “kurang perhatian”, warganet dan tokoh masyarakat mulai mempertanyakan komitmen dan kedisiplinan Wali Kota Ternate dalam menjalankan tugasnya.
Media sosial dipenuhi komentar pedas. Seorang netizen menulis:
“Kalau gubernur datang, wali kota malah nggak kelihatan. Trus siapa yang harus disalahin?”
Lainnya menyoroti tanggung jawab kepala daerah dalam menjaga harmoni birokrasi:
“Pejabat pusat datang bawa program, malah ditinggal pergi. Ini namanya kurang menghargai kerja sama antarpemerintahan.”
Refleksi Kepemimpinan di Tengah Tuntutan Transparansi
Insiden ini mencerminkan tantangan besar dalam tata kelola pemerintahan daerah modern, terutama di era di mana setiap langkah pejabat publik bisa diawasi secara real-time oleh masyarakat melalui media sosial. Pertemuan antara dua pemimpin daerah yang seharusnya menjadi forum koordinasi justru berubah menjadi medan pertarungan narasi dan akuntabilitas.
Ahli pemerintahan dari Universitas Khairun, Dr. Faisal Rahman, mengatakan bahwa kunjungan kerja bukan sekadar formalitas, melainkan bagian integral dari sinergi pembangunan.