Siapa Istri dan Anak H. M. Kunang? Kepala Desa yang Terseret Kasus OTT KPK Bersama Bupati Ade Kuswara, Bukan Orang Sembarangan?
Kunang-Instagram-
Siapa Istri dan Anak H. M. Kunang? Kepala Desa yang Terseret Kasus OTT KPK Bersama Bupati Ade Kuswara, Bukan Orang Sembarangan?
Kasus OTT KPK Bekasi: Peran Sang Ayah, Kades H. M. Kunang, Sebagai Perantara Korupsi Bupati Ade Kuswara Terungkap
Dari “Ijon” Proyek Infrastruktur hingga Peran Aktif sang Kepala Desa yang Jadi Jembatan Suap—Kisah di Balik Penangkapan Bupati dan Ayahnya dalam Operasi Tangkap Tangan KPK
Bekasi, 20 Desember 2025 — Dunia birokrasi Kabupaten Bekasi diguncang skandal korupsi besar-besaran setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis, 18 Desember 2025. Dua figur utama yang diamankan dalam operasi tersebut bukan hanya pejabat publik biasa—melainkan ayah dan anak: Kepala Desa Sukadami, H. M. Kunang (HMK), dan putranya sendiri, Bupati Bekasi, Ade Kuswara (ADK).
Kasus ini tak hanya mengejutkan karena melibatkan hubungan keluarga, tetapi juga mengungkap modus korupsi sistematis yang melibatkan “ijon” proyek infrastruktur senilai miliaran rupiah—jauh sebelum anggaran resmi disetujui. Kini, keduanya resmi ditetapkan sebagai tersangka, bersama seorang kontraktor bernama inisial SRJ.
Peran H. M. Kunang: Lebih dari Sekadar Ayah Bupati
Dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu dini hari, 20 Desember 2025, Pelaksana Tugas Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan secara rinci peran H. M. Kunang dalam jaringan korupsi ini. Meski hanya menjabat sebagai Kepala Desa Sukadami—jabatan yang secara hierarki jauh di bawah bupati—HMK justru berperan krusial sebagai perantara antara sang putra dan pihak swasta.
“Setelah terpilih menjadi Bupati Bekasi, Saudara ADK mulai menjalin komunikasi dengan Saudara SRJ, yang merupakan pihak swasta sekaligus penyedia paket proyek di lingkungan Pemkab Bekasi,” ungkap Asep.
SRJ, menurut penyidik KPK, bukan nama baru dalam proyek-proyek infrastruktur di Bekasi. Ia dikenal sebagai kontraktor langganan yang kerap menggarap pembangunan jalan, jembatan, hingga gedung-gedung pemerintahan. Namun, kali ini hubungannya dengan ADK bukan sekadar transaksi bisnis biasa.
Modus “Ijon” Proyek: Uang Mengalir Sebelum Proyek Ditetapkan
Salah satu temuan paling mencolok dalam penyelidikan KPK adalah praktik “ijon” proyek—istilah yang merujuk pada pemberian uang muka atau suap jauh sebelum proyek benar-benar disetujui atau dianggarkan.
ADK, menurut KPK, secara eksplisit meminta kepada SRJ agar proyek-proyek yang dijadwalkan berjalan pada 2026 dan tahun-tahun berikutnya—termasuk pembangunan jalan, jembatan, dan gedung pemerintahan—sudah diberikan kompensasi di muka.
Meski dana anggaran belum tersedia dan proses lelang belum dimulai, SRJ tetap menuruti permintaan tersebut. Total, ia menyerahkan uang suap sebesar Rp9,5 miliar, yang disalurkan melalui berbagai perantara—termasuk sang ayah, H. M. Kunang.
HMK Bukan Hanya Perantara—Tapi Juga Inisiator Sendiri
Namun, peran HMK tidak berhenti pada posisi sebagai "kurir" uang suap. Fakta yang lebih mengkhawatirkan muncul ketika penyidik KPK menemukan bahwa HMK kerap bertindak di luar sepengetahuan putranya.
“Terkadang, tanpa sepengetahuan ADK, HMK meminta sendiri kepada SRJ,” ungkap Asep. “Bahkan, ia juga mendekati sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di bawah Pemkab Bekasi untuk meminta ‘fasilitas’ atau ‘bantuan’ tertentu.”
Statusnya sebagai ayah kandung bupati membuat HMK menjadi figur yang "diistimewakan" oleh berbagai pihak. Banyak pejabat dan pengusaha lokal merasa perlu menjalin hubungan baik dengannya, meski secara formal ia hanya menjabat sebagai kepala desa.
Dalam sistem birokrasi yang rentan terhadap nepotisme dan praktik balas budi, kehadiran HMK menjadi jalan belakang—backdoor—yang dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan pribadi maupun pihak ketiga.