Bantuan 30 Ton Beras dari Uni Emirat Arab untuk Korban Bencana Sumatra Dikembalikan, Pemkot Medan Ditegur Pusat dan Gubernur Sumut

Bantuan 30 Ton Beras dari Uni Emirat Arab untuk Korban Bencana Sumatra Dikembalikan, Pemkot Medan Ditegur Pusat dan Gubernur Sumut

beras-pixabay-

Kisah seperti Siti bukanlah kasuistik. Laporan dari tim relawan independen menunjukkan bahwa distribusi bantuan di sejumlah wilayah terdampak masih sangat lambat dan tidak merata. Ironisnya, bantuan dari luar negeri yang siap didistribusikan—seperti 30 ton beras dari UEA—justru dikembalikan.

Menimbang Ulang Prioritas Nasional
Kasus beras UEA ini menjadi cermin dari dilema besar dalam penanganan bencana: antara prinsip kedaulatan dan kebutuhan kemanusiaan. Di tengah perubahan iklim yang semakin ekstrem dan frekuensi bencana yang meningkat, pertanyaannya bukan lagi “bisakah kita menangani sendiri?”, melainkan “apakah kita harus menangani sendiri, meski nyawa taruhannya?”



Beberapa negara, seperti Filipina dan Nepal, justru membuka diri terhadap bantuan internasional saat menghadapi bencana besar. Mereka tetap menjaga kedaulatan, namun tidak ragu menerima uluran tangan global demi menyelamatkan warganya.

Kini, tekanan publik terus meningkat agar pemerintah meninjau ulang kebijakan penolakan bantuan asing—terutama dalam kondisi darurat seperti ini. Masyarakat sipil, akademisi, dan media terus mendesak agar keputusan politik tidak mengorbankan nyawa rakyat kecil.

Penutup: Antara Harga Diri dan Kemanusiaan
Keputusan Pemkot Medan mengembalikan bantuan 30 ton beras dari Uni Emirat Arab mungkin taat pada prosedur birokrasi. Namun, di balik dokumen dan protokol, ada ribuan warga yang menangis kelaparan. Di tengah dualitas antara harga diri bangsa dan tanggung jawab kemanusiaan, semoga suara hati kemanusiaan tetap menjadi prioritas utama.


Sebab, seperti kata pejuang kemanusiaan terkenal, “Keagungan suatu bangsa diukur dari bagaimana ia memperlakukan warganya yang paling rentan.”

 

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya