Skandal Aplikasi Gomatel Data R4 Telat Bayar: Polres Gresik Bongkar Perdagangan 1,7 Juta Data Pribadi Debitur
hp-markusspiske-
Bahaya di Balik “Data R4 Telat Bayar”
Istilah “R4” dalam nama aplikasi mengacu pada klasifikasi risiko kredit—khususnya kategori debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran. Namun, alih-alih menjadi alat transparansi keuangan, aplikasi ini justru dimanipulasi untuk kepentingan eksploitasi. Debt collector ilegal menggunakan data tersebut untuk melakukan penagihan agresif, bahkan kerap kali disertai intimidasi, teror telepon, hingga pelecehan digital terhadap keluarga atau kenalan debitur.
Praktik ini bukan hanya melanggar privasi, tetapi juga membahayakan keselamatan psikologis dan fisik korban. Banyak korban melaporkan mengalami stres berat, gangguan tidur, hingga tekanan sosial akibat penyebaran informasi utang mereka oleh pihak tak bertanggung jawab.
Respons Aparat dan Langkah Hukum ke Depan
Polres Gresik kini tengah memperdalam penyelidikan, termasuk mengidentifikasi seluruh pihak yang terlibat—baik sebagai penyedia data, pengembang aplikasi, maupun pembeli informasi. Mereka juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komisi Perlindungan Data Pribadi untuk memastikan pelaku dijerat dengan pasal-pasal berat, termasuk Undang-Undang ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang baru diberlakukan.
"Masyarakat diimbau untuk tidak sembarangan memberikan data pribadi, terutama saat mengajukan pinjaman online atau melalui platform fintech yang tidak terdaftar di OJK,” tegas AKBP Rovan.
Waspada Digital: Pelajaran dari Kasus Gomatel
Kasus Gomatel – Data R4 Telat Bayar menjadi peringatan keras bagi masyarakat dan regulator. Di tengah maraknya layanan keuangan digital, keamanan data pribadi harus menjadi prioritas utama. Setiap warga berhak atas privasi, dan setiap pelanggaran terhadap hak tersebut harus ditindak tegas.
Sementara itu, pemerintah didorong untuk memperkuat pengawasan terhadap aplikasi digital—terutama yang beroperasi di toko aplikasi populer—agar tidak menjadi pintu belakang bagi kejahatan siber terorganisir.