Harga Pangan Jelang Natal dan Tahun Baru 2026: Cabai dan Bawang Turun, Daging Ayam dan Telur Naik
cabe-pixabay-
Harga Pangan Jelang Natal dan Tahun Baru 2026: Cabai dan Bawang Turun, Daging Ayam dan Telur Naik
Menjelang perayaan Natal 2025 dan pergantian tahun 2026, fluktuasi harga pangan terus menjadi perhatian masyarakat, terutama di kawasan perkotaan seperti Jakarta Selatan. Pantauan langsung di Pasar Minggu, salah satu pasar tradisional terbesar di ibu kota, menunjukkan pola pergerakan harga yang kontras antara kelompok sayuran dan protein hewani. Sementara harga aneka cabai dan bawang merah mengalami penurunan, komoditas seperti ayam potong dan telur justru menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan.
Cabai dan Bawang Merah Alami Penurunan Harga
Pada Kamis (18/12/2025), harga cabai rawit merah di Pasar Minggu turun menjadi Rp80.000 per kilogram, turun dari level sebelumnya yang sempat menyentuh Rp100.000/kg pada awal pekan. Cabai keriting juga mengalami penyesuaian turun ke angka Rp70.000 per kilogram. Sementara itu, harga bawang merah turun menjadi Rp45.000 per kilogram, dari sebelumnya sekitar Rp60.000/kg.
“Cabai baru turun harganya. Tadinya Rp100.000/kg pas Senin kemarin, kalau enggak salah. Bawang merah juga turun dari Rp60.000 jadi sekitar Rp45–50 ribu,” ungkap Juminah, seorang pedagang sayur di Pasar Minggu, saat ditemui wartawan.
Namun, tidak semua komoditas sayuran mengalami penurunan. Harga wortel justru melonjak, mencapai Rp25.000 per kilogram—lebih tinggi dari harga normal yang biasanya berkisar antara Rp15.000 hingga Rp20.000/kg. Kenaikan ini diduga berkaitan dengan gangguan logistik atau pasokan akibat cuaca ekstrem yang sempat melanda sejumlah sentra pertanian di Jawa Barat dalam beberapa pekan terakhir.
Harga Ayam Potong Terus Merangkak Naik
Di sisi lain, komoditas protein hewani menunjukkan tren yang berlawanan. Harga ayam potong ras terus mengalami kenaikan dalam dua pekan terakhir. Adrian, pedagang ayam potong di Pasar Minggu, mengungkapkan bahwa harga ayam ukuran kecil (di bawah satu kilogram) yang awal Desember lalu dijual sekitar Rp33.000 per kilogram, kini telah melonjak menjadi Rp40.000 per kilogram.
“Naiknya terus-terusan, baru lima hari lalu tembus Rp40.000/kg. Padahal biasanya tidak segila ini naiknya menjelang Nataru,” kata Adrian sambil mengeluhkan tekanan biaya operasional yang juga meningkat.
Kenaikan harga ayam potong ini tidak hanya membebani konsumen, tetapi juga para pedagang yang harus menyesuaikan harga jual tanpa kepastian permintaan. Menjelang libur akhir tahun, permintaan memang cenderung meningkat, namun kenaikan harga pakan dan distribusi membuat rantai pasok menjadi rapuh.
Telur Ayam: Harga Konsumen Naik, Peternak Justru Tekan Harga Jual
Komoditas telur ayam ras juga mengalami dinamika yang menarik. Di tingkat pedagang eceran, harga telur naik dari Rp29.000 menjadi Rp31.000 per kilogram. Namun, di lini hulu, para peternak justru mengalami tekanan harga jual yang turun.
Rizal Anshori, peternak ayam petelur asal Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menjelaskan bahwa harga telur di tingkat peternak kini hanya Rp28.500 per kilogram—turun Rp500 dari sebelumnya. “Harga jual turun, tapi harga pakan ayam malah naik dua kali dalam sebulan terakhir,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Ketimpangan harga antara peternak dan konsumen ini menggambarkan betapa kompleksnya rantai distribusi pangan di Indonesia. Di satu sisi, konsumen membayar lebih mahal, sementara di sisi lain, peternak kesulitan mempertahankan margin keuntungan karena fluktuasi harga pakan yang sangat dipengaruhi oleh impor bahan baku.
Fluktuasi Harga Jelang Nataru: Tantangan bagi Daya Beli Masyarakat
Menjelang masa libur Natal dan Tahun Baru, fluktuasi harga pangan menjadi indikator penting stabilitas ekonomi rumah tangga. Kenaikan harga protein hewani—yang menjadi sumber gizi utama—berpotensi menekan daya beli, terutama bagi keluarga berpenghasilan menengah ke bawah.