Prediksi Harga Emas Pekan Ini: Masihkah Bisa Mengukir Rekor Baru atau Justru Terkoreksi?
Emas Antam--
Prediksi Harga Emas Pekan Ini: Masihkah Bisa Mengukir Rekor Baru atau Justru Terkoreksi?
Harga emas dunia pekan lalu mencatat performa yang mengesankan. Aset safe-haven ini kembali menunjukkan kekuatannya di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dinamika kebijakan moneter yang terus berevolusi. Namun, pertanyaan besar yang kini mengemuka: apakah momentum kenaikan ini akan berlanjut di pekan ini, atau justru mengalami koreksi setelah mencapai level tertinggi hampir dalam dua bulan?
Emas Meroket ke Level Tertinggi dalam Hampir Dua Bulan
Pada penutupan perdagangan Jumat (12/12/2025), harga emas spot berada di level US$ 4.298 per troy ons, menguat 0,42% dibanding hari sebelumnya. Angka ini menjadi yang tertinggi sejak 20 Oktober 2025—menandai puncak baru dalam rentang waktu hampir dua bulan terakhir.
Tak hanya itu, logam mulia ini bahkan berhasil mencatat empat hari berturut-turut menguat, dengan total apresiasi 2,57% dalam periode tersebut. Secara keseluruhan sepanjang pekan lalu, emas menguat 2,36%, menunjukkan dominasi kuat dari sentimen pembeli di tengah fluktuasi pasar keuangan global.
Analisis Teknikal: Emas Masuk Zona Bullish—Namun Waspada Sinyal Overbought
Dari sudut pandang analisis teknikal, terutama dalam kerangka waktu mingguan (weekly time frame), emas kini berada dalam zona bullish yang kokoh. Indikator Relative Strength Index (RSI) berada di level 75, jauh di atas ambang netral 50. Ini secara umum menandakan bahwa aset berada dalam tren penguatan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa RSI di atas 70 biasanya dianggap sebagai sinyal overbought—alias terlalu banyak aksi beli dalam waktu singkat. Hal ini bisa memicu koreksi teknis, terutama jika tidak didukung oleh sentimen fundamental yang kuat.
Sementara itu, indikator Stochastic RSI berada di level 35, yang menempatkannya dalam area jual (short zone) yang cukup signifikan. Kombinasi ini menciptakan gambaran pasar yang kompleks: di satu sisi, tren jangka pendek masih kuat, namun tekanan jual mulai mengintai.
Level-Level Kunci yang Perlu Diwaspadai Pekan Ini
Pelaku pasar kini mengamati beberapa level pivot penting untuk memprediksi arah selanjutnya:
Pivot Point: US$ 4.275/troy ons
Level ini menjadi penentu utama. Jika harga bertahan di atasnya, peluang penguatan masih terbuka. Namun jika tembus ke bawah, risiko koreksi akan meningkat.
Support Pertama: US$ 4.220/troy ons
Merupakan Moving Average (MA) periode 5 hari—level psikologis yang sering menjadi magnet bagi aksi jual teknis.
Support Kedua: US$ 4.154/troy ons
Berasal dari MA-10, level ini menjadi batas pertahanan berikutnya jika tekanan jual semakin kuat.
Support Terjauh (Skenario Paling Pesimistis): US$ 4.013/troy ons
Di sisi sebaliknya, jika sentimen bullish tetap dominan:
Resisten Terdekat: US$ 4.319/troy ons
Resisten Lanjutan: US$ 4.346–4.394/troy ons
Target Optimistis (Resisten Terjauh): US$ 4.578/troy ons—angka ini bahkan mendekati rekor historis harga emas.
Faktor Fundamental: Kebijakan The Fed Jadi Penentu Utama
Di balik pergerakan harga emas, kebijakan moneter Amerika Serikat tetap menjadi katalis utama. Pekan lalu, Federal Reserve (The Fed) resmi memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), sehingga kisaran suku bunga kini berada di 3,50–3,75%.
Langkah ini disambut positif oleh pasar emas, karena logam mulia—sebagai aset non-yielding—cenderung lebih menarik ketika imbal hasil dari instrumen berbunga (seperti obligasi) turun.
Namun, optimisme pasar kini mulai diuji oleh pergeseran nada kebijakan The Fed. Dalam dot plot terbarunya, bank sentral AS hanya memproyeksikan satu kali pemangkasan suku bunga di tahun 2026, jauh lebih hati-hati dibanding tiga kali penurunan di tahun 2025.
Peringatan dari Para Pejabat The Fed: Kebijakan Bisa Lebih Restriktif
Pernyataan terbaru dari Beth Hammack, Gubernur The Fed wilayah Cleveland, menambah ketegangan di pasar. Ia menilai bahwa stance kebijakan moneter saat ini sudah mendekati netral, dan bahkan lebih baik jika sedikit lebih restriktif untuk memastikan inflasi kembali ke target 2%.
“Saya lebih memilih stance yang agak cenderung restriktif,” tegas Hammack, seperti dilansir Bloomberg News.
Senada dengannya, Jeff Schmid, Presiden The Fed Kansas City sekaligus anggota FOMC dengan dissenting opinion, menyampaikan pandangan serupa. Ia justru menentang keputusan pemangkasan suku bunga pekan lalu, dengan alasan inflasi masih terlalu tinggi dan pasar tenaga kerja masih relatif sehat.
“Saya memandang stance kebijakan moneter perlu sedikit restriktif,” ujar Schmid.