Bayangkan Harga Mobil Baru Hanya Puluhan Juta! Ini Alasan Mengapa di Indonesia Harganya Bisa Selangit
mobil-pixabay-
Bayangkan Harga Mobil Baru Hanya Puluhan Juta! Ini Alasan Mengapa di Indonesia Harganya Bisa Selangit
Pernahkah Anda membayangkan membeli mobil baru dengan harga tidak lebih dari Rp50 juta? Bagi banyak orang, impian itu terdengar mustahil. Namun, menurut data dan perhitungan terbaru dari asosiasi industri otomotif nasional, harga mobil baru di Indonesia sebenarnya bisa jauh lebih terjangkau—jika saja tidak dibebani oleh berbagai pungutan pajak yang jumlahnya mencapai hampir setengah dari harga jualnya.
Di balik angka-angka yang tertera di brosur dealer atau situs resmi Agen Pemegang Merek (APM), terselip komponen beban perpajakan yang sangat signifikan. Fakta ini diungkapkan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) yang tak henti-hentinya menyoroti bagaimana struktur perpajakan yang kompleks telah mendorong harga mobil baru melambung tinggi di pasar domestik.
Tanpa Pajak, Harga Mobil Bisa Turun Drastis
Bayangkan saja: sebuah mobil yang saat ini dijual sekitar Rp140 jutaan, seperti Daihatsu Sigra atau Ayla, sebenarnya bisa dibanderol hanya puluhan juta rupiah jika seluruh komponen pajak—yang selama ini menjadi “jatah” negara—dihilangkan.
Menurut Jongkie D. Sugiarto, Ketua I GAIKINDO, struktur perpajakan di Indonesia merupakan salah satu faktor utama yang membuat harga mobil sulit ditekan hingga ke level yang lebih terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.
“Kalau mobil harganya Rp100 juta, sekitar 40 persennya masuk ke pemerintah pusat dan daerah,” ujar Jongkie dalam keterangan resmi yang dirilis pada Jumat, 12 Desember 2025.
Angka 40 persen tersebut bukan berasal dari satu jenis pajak saja, melainkan akumulasi dari berbagai pungutan yang dikenakan sejak level pusat hingga daerah.
Rincian Komponen Pajak yang Bikin Harga Melambung
Untuk memahami mengapa harga mobil baru bisa begitu mahal, mari kita uraikan komponen-komponen pajak yang menyusunnya:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Sebesar 12 persen, dikenakan oleh pemerintah pusat atas setiap transaksi pembelian mobil baru.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): Minimal 15 persen, dan bisa lebih tinggi tergantung pada kategori mobil (misalnya kapasitas mesin, jenis bahan bakar, atau keberadaan fitur mewah).
Pajak Penghasilan (PPh): Diterapkan sesuai dengan regulasi industri otomotif, biasanya berkaitan dengan margin keuntungan perusahaan atau impor komponen.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): Pungutan daerah sebesar 12,5 persen, dibayarkan saat proses balik nama kendaraan.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Sekitar 2,5 persen, juga merupakan kewajiban tahunan yang dikenakan oleh pemerintah daerah.
Jika dijumlahkan, beban pajak ini memang nyaris mencapai 40 persen dari harga dasar kendaraan—sebelum ditambah margin keuntungan produsen, biaya distribusi, dan margin dealer.
Perbandingan Nyata: Harga Normal vs Harga Tanpa Pajak
Mari lihat contoh nyata untuk mengilustrasikan dampak signifikan dari beban pajak ini:
Daihatsu Sigra 1.0 D MT MC
Harga jual normal: Rp141,5 juta
Harga tanpa pajak (40%): Rp84,9 juta
Harga dasar menurut Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB): Rp99 juta
Daihatsu Ayla 1.0 M
Harga jual normal: Rp138,5 juta
Harga tanpa pajak: Rp83,1 juta
Harga dasar NJKB: Rp88 juta
Perbedaan antara harga jual dan harga dasar sangat mencolok—selisihnya bisa mencapai Rp50–60 juta per unit. Ini bukan angka kecil, terutama bagi konsumen yang ingin memiliki kendaraan pertama mereka.