Mengapa Tiket Pesawat Domestik Semakin Mahal? Publik Pertanyakan Komitmen Pemerintah terhadap Pariwisata Lokal

Mengapa Tiket Pesawat Domestik Semakin Mahal? Publik Pertanyakan Komitmen Pemerintah terhadap Pariwisata Lokal

Tiket Pesawat--

Mengapa Tiket Pesawat Domestik Semakin Mahal? Publik Pertanyakan Komitmen Pemerintah terhadap Pariwisata Lokal

Lonjakan harga tiket pesawat domestik menjelang musim liburan kembali memicu gelombang kritik publik terhadap pemerintah, khususnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Banyak warga Indonesia mengeluhkan bahwa biaya perjalanan dalam negeri kini semakin tidak terjangkau, padahal pemerintah terus menggaungkan kampanye “Jalan-jalan di Indonesia Saja” sebagai upaya memperkuat sektor pariwisata nasional.



Fenomena ini memicu perdebatan luas di media sosial, dengan netizen menyuarakan frustrasi terhadap ketimpangan antara retorika pemerintah dan realitas di lapangan. “Bukan itu poinnya! Poinnya adalah bagaimana membuat biaya perjalanan domestik lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia, sehingga mereka bisa lebih sering bepergian di dalam negeri,” tulis akun @dimhansun, yang unggahannya viral di platform X (sebelumnya Twitter).

Pariwisata Domestik: Tulang Punggung Ekonomi yang Terabaikan?

Selama ini, pariwisata domestik dianggap sebagai pilar penting dalam menopang perekonomian mikro hingga makro. Kunjungan wisatawan lokal tidak hanya menggerakkan sektor UMKM, transportasi darat, akomodasi, dan kuliner, tetapi juga memperkuat rasa cinta terhadap kekayaan alam dan budaya Nusantara. Namun, jika tiket pesawat—salah satu moda transportasi utama untuk menjangkau destinasi wisata—dibanderol dengan harga tinggi, maka potensi besar ini justru menjadi sia-sia.


Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Agustus 2025 menunjukkan surplus pariwisata nasional: sebanyak 1,51 juta wisatawan mancanegara (wisman) datang ke Indonesia, sementara hanya 685 ribu warga negara Indonesia (WNI) yang bepergian ke luar negeri. Meski angka ini tampak menggembirakan, banyak pengamat menilai bahwa keberhasilan tersebut tidak mencerminkan kesehatan sektor pariwisata domestik.

“Surplus wisatawan asing memang patut dirayakan, tapi kita tak boleh mengabaikan fakta bahwa jutaan warga Indonesia kesulitan menjangkau destinasi wisata di negaranya sendiri karena harga tiket pesawat yang melambung,” ujar Dr. Rina Prasetyo, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia.

Faktor di Balik Lonjakan Harga Tiket Pesawat

Harga tiket penerbangan domestik memang rentan mengalami fluktuasi, terutama saat periode liburan sekolah, libur akhir tahun, atau hari raya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tren kenaikannya terasa semakin tajam. Beberapa faktor utama yang menyebabkan mahalnya tiket pesawat antara lain:

Kenaikan harga avtur (bahan bakar pesawat) yang dipengaruhi oleh volatilitas pasar global dan kebijakan perpajakan domestik.
Keterbatasan armada penerbangan, terutama usai pandemi, di mana maskapai mengurangi pesawat atau menunda pengadaan baru karena tekanan keuangan.
Permintaan tinggi saat musim liburan, yang mendorong maskapai menerapkan strategi dynamic pricing—semakin dekat tanggal keberangkatan, semakin mahal harga tiket.
Biaya tambahan, seperti airport tax, biaya layanan bandara, serta biaya operasional yang meningkat akibat regulasi baru.
Meski faktor-faktor tersebut bersifat eksternal, publik menuntut adanya intervensi kebijakan dari pemerintah untuk menyeimbangkan antara keberlangsungan industri penerbangan dan aksesibilitas masyarakat.

Tanggung Jawab Siapa? Sinergi Kementerian Jadi Sorotan

Pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membela diri dengan menegaskan bahwa tugas utama mereka adalah promosi dan pemasaran destinasi, bukan mengatur harga tiket. Mereka menunjuk kampanye seperti “Wonderful Indonesia” dan program insentif liburan domestik sebagai bukti komitmen mendukung pariwisata lokal.

Namun, banyak pihak menilai bahwa tanpa kolaborasi yang kuat dengan Kementerian Perhubungan—yang membawahi regulasi penerbangan dan tarif—kampanye promosi semacam itu berisiko menjadi sekadar retorika. “Promosi saja tak cukup jika akses ke destinasi tersebut harganya selangit. Ini soal koordinasi lintas sektor,” tegas anggota Komisi V DPR RI, Budi Santoso.

Netizen lain, @woahpils, mengekspresikan kekecewaannya dengan nada sarkastik: “Jawab pertanyaannya dong! Astaga, kamu tuh MENTERI.” Komentar ini menjadi simbol frustrasi publik terhadap respons pemerintah yang dianggap lambat, normatif, dan kurang empatik terhadap beban ekonomi rakyat.

Baca juga: Berapa Kali Gaji yang Diterima Saat PKWT Habis? Ini Penjelasan Lengkap Plus Cara Hitung Uang Pesangon Karyawan Kontrak

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya