Putin Tegaskan Komitmen Bantu Indonesia Kembangkan Energi Nuklir Damai, Rosatom Siap Lanjutkan Proposal PLTN Ambisius
Putin-Instagram-
Putin Tegaskan Komitmen Bantu Indonesia Kembangkan Energi Nuklir Damai, Rosatom Siap Lanjutkan Proposal PLTN Ambisius
Di tengah perayaan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Rusia, Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat kerja sama strategis kedua negara, termasuk di sektor energi nuklir. Dalam pertemuan dengan Presiden Indonesia Prabowo Subianto di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg, Putin menegaskan bahwa Moskow terbuka lebar untuk bermitra dengan Jakarta dalam pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai—mulai dari kesehatan, pertanian, hingga pelatihan tenaga ahli.
“Hubungan kami berkembang sangat konsisten pada tahun yang kami menyambut 75 tahun terjalinnya hubungan diplomatik antara negara kita,” ujar Putin dalam sambutannya. “Komisi bersama ekonomi juga bekerja dengan bagus. Hubungan ekonomi dan perdagangan berkembang signifikan—selama sembilan bulan pertama tahun ini, nilai perdagangan kita naik 17 persen.”
Pernyataan ini bukan sekadar retorika diplomatik. Janji Putin menggambarkan keseriusan Rusia dalam memposisikan Indonesia sebagai mitra strategis di Asia Tenggara, terutama dalam transisi energi global yang kian mendesak. Dan di jantung kerja sama tersebut, nama Rosatom, raksasa energi nuklir milik negara Rusia, muncul sebagai aktor utama.
Rosatom dan Ambisi Nuklir Indonesia yang Makin Nyata
Sejak pertemuan tingkat tinggi antara Indonesia dan Rusia pada April 2025, Rosatom telah secara resmi mengajukan dua opsi proposal pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Proposal tersebut disampaikan langsung oleh Anna Belokoneva, Kepala Perwakilan Rosatom di Indonesia, dalam Sidang Komisi Bersama ke-13 RI-Rusia di Jakarta.
Opsi pertama menawarkan pendekatan dua jalur: pengembangan Small Modular Reactor (SMR) di wilayah terpencil dan pembangunan PLTN skala besar di lokasi strategis. SMR—teknologi reaktor nuklir modular berkapasitas kecil—direncanakan dibangun di Kalimantan Barat dengan konfigurasi 3 unit berkapasitas 110 MW masing-masing. Jadwal pembangunan ditetapkan bertahap: Unit I pada 2032, Unit II pada 2033, dan Unit III pada 2035. Biaya listrik yang diproyeksikan (Levelized Cost of Energy/LCOE) berkisar antara US$85 hingga US$95 per MWh, menjadikannya opsi menarik untuk wilayah yang sulit dijangkau jaringan listrik nasional.
Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan listrik skala besar, Rosatom mengusulkan pembangunan dua PLTN besar, masing-masing berlokasi di Bangka Belitung dan Kalimantan Selatan, dengan kapasitas total 2.400 MW per lokasi (2 x 1.200 MW). Empat unit reaktor ini direncanakan dibangun secara bertahap antara 2037 hingga 2040, dengan LCOE yang jauh lebih kompetitif: US$65–US$75 per MWh—angka yang kompetitif bahkan dibandingkan dengan pembangkit batu bara modern.
Inovasi PLTN Terapung: Solusi untuk Kawasan Maritim
Tak berhenti di situ, Rosatom juga meluncurkan opsi kedua yang lebih inovatif: PLTN terapung. Konsep ini, yang telah diuji coba Rusia melalui proyek Akademik Lomonosov di Arktik, kini ditawarkan untuk Indonesia—negara kepulauan terbesar di dunia.
PLTN terapung dengan kapasitas 2 x 110 MW direncanakan ditempatkan di perairan Kalimantan Barat, dengan konstruksi dimulai pada 2030 dan 2031. Meskipun biaya listriknya lebih tinggi—diperkirakan US$150–US$190 per MWh—konsep ini menawarkan fleksibilitas logistik, minim risiko gempa darat, serta kemampuan memasok energi ke pulau-pulau terpencil tanpa infrastruktur darat yang kompleks.
“PLTN terapung bisa menjadi game changer untuk Indonesia,” ujar seorang analis energi dari Jakarta Energy Institute. “Ini bukan sekadar sumber listrik, tapi juga simbol kedaulatan energi di wilayah maritim.”
Baca juga: Apakah Film Mengejar Restu 2025 Bakal Lanjut Season 2?
Total Kapasitas Hingga 5 Gigawatt: Indonesia Menuju Masa Depan Berbasis Nuklir
Jika seluruh proposal Rosatom direalisasikan, total kapasitas terpasang dari proyek-proyek tersebut akan mencapai 5 gigawatt (GW) pada tahun 2040. Angka ini setara dengan sekitar 5 persen dari kapasitas pembangkit listrik nasional saat ini, dan berpotensi mengurangi emisi karbon hingga jutaan ton CO₂ per tahun—selaras dengan komitmen Indonesia dalam perjanjian iklim global.
Namun, jalan menuju era nuklir Indonesia tidaklah mulus. Isu keamanan, regulasi, penerimaan publik, serta kesiapan sumber daya manusia tetap menjadi tantangan utama. Tak heran, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah masih dalam tahap kajian mendalam.
“Konsep sekarang lagi dibahas. Tawaran mereka [Rusia] sudah kita bahas,” kata Bahlil dalam Jakarta Geopolitical Forum 2025, Selasa (24/6/2025). Ia menambahkan bahwa Indonesia juga menerima proposal serupa dari Kanada dan beberapa negara lain, meski belum bersedia mengungkap detail lebih lanjut.
Rusia, Pemain Global di Industri Nuklir
Langkah Rusia tidak datang dari ruang hampa. Menurut data International Atomic Energy Agency (IAEA) per 2024, Rusia mengoperasikan 36 reaktor nuklir dengan total kapasitas 26.802 MWe. Empat reaktor lain sedang dalam pembangunan, dan 18 persen dari total listrik nasional Rusia berasal dari energi nuklir—menjadikannya salah satu negara paling andal di bidang ini.
Baca juga: Film Mertua Ngeri Kali (2025) Dibintangi Bunda Corla, Akankah Lanjut Season 2?