Mengapa Muzakir Manaf Dipanggil Mualem? Ini Makna Mendalam di Balik Julukan Sang Gubernur Aceh yang Bikin Najwa Shihab Terharu
Muzakir-Instagram-
Mengapa Muzakir Manaf Dipanggil Mualem? Ini Makna Mendalam di Balik Julukan Sang Gubernur Aceh yang Bikin Najwa Shihab Terharu
Nama Muzakir Manaf kembali menjadi sorotan publik setelah wawancaranya dengan Najwa Shihab viral di media sosial. Dalam dialog yang penuh emosi tersebut, sang Gubernur Aceh tak kuasa menahan air mata saat membahas kondisi terkini di wilayah yang dipimpinnya—terutama terkait status bencana yang belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Namun, di balik kesedihan dan ketulusan yang ia tunjukkan, ada satu hal yang menyita perhatian: mengapa Najwa Shihab dan warga Aceh memanggilnya “Mualem”?
Julukan tersebut ternyata bukan sekadar panggilan akrab. Ia menyimpan sejarah panjang, identitas perjuangan, dan penghormatan mendalam terhadap sosok Muzakir Manaf—sang mantan panglima perang yang kini memimpin dengan hati.
Dua Alasan Utama Mengapa Muzakir Manaf Disebut “Mualem”
1. Gelar Kehormatan dari Masa Perjuangan Bersenjata
Di kalangan masyarakat Aceh, kata “Mualem” bukanlah istilah biasa. Kata ini berasal dari bahasa Aceh yang secara harfiah berarti “guru” atau “pemimpin yang dihormati”. Namun, dalam konteks sejarah perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), “Mualem” menjadi gelar kehormatan khusus yang diberikan kepada tokoh-tokoh militer yang memiliki keberanian luar biasa, keahlian strategis, dan loyalitas tinggi terhadap perjuangan rakyat Aceh.
Muzakir Manaf sendiri pernah menjabat sebagai Panglima GAM pada 1986—posisi puncak dalam struktur komando militer gerakan separatis tersebut. Di medan laga, ia dikenal teguh, taktis, dan tak gentar menghadapi ancaman nyawa. Banyak saksi sejarah yang menyebut bahwa Mualem pernah berdiri tegak di tengah hujan peluru dan bom, memimpin pasukannya dengan ketenangan yang mengagumkan. Itulah mengapa julukan “Mualem” melekat erat pada dirinya: bukan hanya sebagai panggilan, tetapi sebagai pengakuan atas jasa dan kepemimpinannya dalam masa kelam Aceh.
2. Simbol Respek dari Rakyat Aceh
Julukan “Mualem” juga merefleksikan hubungan emosional yang kuat antara Muzakir Manaf dan rakyat Aceh. Ia bukan sekadar mantan pejuang—ia adalah bagian dari jiwa rakyat. Setelah perdamaian Helsinki ditandatangani pada 2005, Mualem memilih jalan damai: bertransformasi dari panglima perang menjadi politisi dan pendiri Partai Aceh. Namun, semangat pengabdiannya tak pernah luntur.
Kini, sebagai Gubernur Aceh, ia tetap turun langsung ke lapangan, bahkan di tengah malam, untuk menemui warga yang terdampak bencana dan membagikan bantuan. Sikap rendah hati dan kepeduliannya yang autentik itulah yang membuat rakyat Aceh—dan kini juga masyarakat Indonesia secara luas—terus memanggilnya dengan penuh hormat: “Mualem”.
Air Mata Seorang Pemimpin: Ketika Rasa Tanggung Jawab Lebih Berat dari Senjata
Dalam wawancara yang diunggah melalui akun Facebook @Najwa Shihab, emosi Muzakir Manaf pecah saat ditanya soal status bencana yang belum naik ke level nasional. Ia mengaku hanya bisa berusaha semaksimal mungkin—dan berdoa. Air matanya mengalir deras, bukan karena lemah, tetapi karena merasa tak mampu memberikan lebih kepada rakyatnya yang sedang menderita.
“Tak perlu minta maaf, Mualem,” kata Najwa dengan penuh empati. “Kita semua tahu, setiap malam Mualem ketemu rakyat, bawa bantuan sendiri.”
Kalimat itu bukan sekadar penghiburan—ia adalah pengakuan publik atas dedikasi luar biasa seorang pemimpin yang dulu pernah menantang maut, kini menangis demi rakyatnya.