5 Jebakan Ekonomi 2026 yang Mengancam Pertumbuhan Indonesia, Menurut Ekonom Paramadina

5 Jebakan Ekonomi 2026 yang Mengancam Pertumbuhan Indonesia, Menurut Ekonom Paramadina

uang-pixabay-

5 Jebakan Ekonomi 2026 yang Mengancam Pertumbuhan Indonesia, Menurut Ekonom Paramadina

Tahun 2026 diprediksi menjadi momentum krusial dalam perjalanan ekonomi Indonesia. Namun, di balik potensi pertumbuhan yang menjanjikan, sejumlah tantangan struktural dan kebijakan berisiko menghadang. Wijayanto Samirin, ekonom dari Universitas Paramadina, memperingatkan bahwa ada lima “jebakan ekonomi” yang berpotensi menghambat laju pembangunan dan menggagalkan target ekonomi pemerintah di tahun tersebut.



Dalam paparan bertajuk Tantangan Ekonomi 2026 yang disampaikan pada Selasa (9/12/2025), Wijayanto menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap kebijakan-kebijakan yang terlihat populis namun rentan pada implementasinya. Salah satu yang paling mengkhawatirkan, menurutnya, adalah program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).

KDMP: Program Desa dengan Risiko Sistemik?
Program KDMP, yang digagas sebagai upaya pemberdayaan ekonomi desa, justru dinilai Wijayanto sebagai jebakan ekonomi pertama yang berbahaya. Ia mengkritik pendekatan top-down dalam pelaksanaan program tersebut, yang minim partisipasi masyarakat lokal. “Koperasi desa ini dibangun dari atas, tanpa benar-benar melibatkan warga desa sebagai pemangku kepentingan utama,” ujarnya.

Lebih memprihatinkan lagi, konsep dan desain program KDMP terus berubah-ubah, sehingga menciptakan ketidakpastian dalam pelaksanaan di lapangan. Hal ini diperparah dengan skema pembiayaan yang mengandalkan kredit dari bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) yang dijamin oleh dana desa.


“Ini berpotensi menciptakan kredit macet skala besar,” tegas Wijayanto. Ia mencontohkan pengalaman sebelumnya dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), di mana hanya sekitar 5% dari seluruh Bumdes yang berhasil beroperasi secara berkelanjutan—padahal Bumdes dirancang dengan pendekatan partisipatif dan persiapan yang lebih matang.

“Jika Bumdes saja hanya sedikit yang berhasil, apalagi KDMP yang tidak melibatkan masyarakat secara substantif? Success rate-nya berpotensi jauh lebih rendah,” tambahnya.

Ancaman Lebih Luas: Dari Defisit APBN hingga Gejolak Global
Meski baru menjelaskan satu dari lima jebakan ekonomi, peringatan Wijayanto ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan pelaku ekonomi nasional. Ia menekankan bahwa kebijakan ekonomi yang tidak berbasis pada data, partisipasi, dan keberlanjutan berisiko menciptakan gelembung program yang hanya menimbulkan ilusi pertumbuhan jangka pendek, namun berdampak buruk dalam jangka panjang.

Para pengamat ekonomi lainnya juga mulai menyoroti potensi ancaman lain yang mungkin menjadi “jebakan” di 2026, seperti:

Tekanan defisit anggaran akibat subsidi yang tidak tepat sasaran,
Ketergantungan berlebihan pada utang luar negeri,
Ketimpangan digital antara kota dan desa, serta
Pergeseran geopolitik global yang memengaruhi arus investasi dan perdagangan.
Namun, Wijayanto menegaskan bahwa akar masalah utama sering kali terletak pada tata kelola kebijakan publik yang lemah dan minimnya akuntabilitas dalam pelaksanaan program-program strategis.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya