Rupiah Melemah di Awal Pekan, Jadi yang Terdalam di Asia—Apa yang Memicunya?

Rupiah Melemah di Awal Pekan, Jadi yang Terdalam di Asia—Apa yang Memicunya?

uang-pixabay-

Rupiah Melemah di Awal Pekan, Jadi yang Terdalam di Asia—Apa yang Memicunya?

Memasuki pekan kedua bulan Desember, mata uang Garuda tak mampu mempertahankan momentum penguatannya. Rupiah tercatat melemah di zona merah pada penutupan perdagangan Senin (8/12/2025), menjadi yang paling dalam melemah di antara mata uang utama Asia. Pelemahan ini mengisyaratkan adanya tekanan signifikan yang mulai membayangi pasar keuangan domestik di tengah dinamika global yang masih penuh ketidakpastian.



Berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah tergelincir 0,28% ke level Rp16.690 per dolar AS pada penutupan pasar spot hari ini. Sementara itu, kurs referensi resmi Bank Indonesia, yakni Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), juga melorot dan ditutup di angka Rp16.688 per dolar AS. Angka tersebut menunjukkan konsistensi arah pelemahan yang cukup solid sepanjang hari perdagangan.

Rupiah Pimpin Pelemahan di Asia
Tak hanya rupiah yang terguncang, sejumlah mata uang kawasan Asia juga mengalami tekanan. Namun, di antara semuanya, rupiah justru menjadi frontliner pelemahan terdalam. Rupee India menyusut 0,39%, ringgit Malaysia melemah 0,10%, yen Jepang turun tipis 0,08%, dan peso Filipina terkoreksi 0,02%.

Di sisi lain, beberapa mata uang regional justru mampu mencatatkan penguatan. Baht Thailand menjadi yang paling mencolok dengan apresiasi 0,60%. Won Korea Selatan tak kalah tangguh, menguat 0,36%, sementara dolar Taiwan naik tipis 0,17%. Kontras ini menunjukkan bahwa sentimen pasar terhadap Indonesia masih menghadapi tantangan struktural dan ekspektasi kebijakan yang perlu ditata ulang.


Indikator Makroekonomi dan Ketidakpastian Kebijakan
Analis pasar menilai bahwa pelemahan rupiah kali ini bukan sekadar fluktuasi harian biasa, melainkan cerminan dari sejumlah faktor fundamental yang saling bertautan. Pertama, gejolak di pasar Surat Utang Negara (SUN) menjadi salah satu pemicu utama. Sepanjang pekan pertama Desember, pasar sempat menunjukkan euforia dengan aksi beli besar-besaran pada SUN tenor lima tahun hingga yield-nya turun ke level 5,66% pada 3 Desember 2025. Namun, euforia itu tak bertahan lama. Di akhir pekan, investor kembali bersikap hati-hati, mencerminkan kekhawatiran terhadap likuiditas dan arah kebijakan moneter ke depan.

Kedua, meski likuiditas domestik masih sangat longgar—bahkan bisa dikatakan “banjir”—namun aliran dana tersebut belum sepenuhnya tersalurkan ke sektor riil. Akibatnya, pasar keuangan justru menjadi arena spekulasi jangka pendek yang rentan terhadap sentimen negatif.

Ketiga, pentingnya harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter kembali mencuat ke permukaan. Di tengah upaya pemerintah mempercepat belanja publik untuk menopang pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia di sisi lain harus tetap menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi. Ketidaksinkronan kedua kebijakan ini, sekecil apa pun, bisa memicu volatilitas yang lebih dalam di pasar keuangan.

Pekan Ini Jadi Ujian bagi Investor dan Otoritas
Mengingat pelemahan rupiah terjadi di awal pekan, banyak pelaku pasar memprediksi bahwa dinamika sepanjang sisa pekan ini akan sangat menentukan arah pergerakan rupiah dalam jangka menengah. “Ini bukan sekadar ujian bagi investor, tapi juga bagi otoritas—baik pemerintah maupun BI—untuk menunjukkan soliditas kebijakan di tengah tekanan global,” ujar seorang ekonom senior yang enggan disebutkan namanya.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya