PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR) Digugat Bupati Tapanuli Tengah: Dugaan Penguasaan Lahan Ilegal dan Ancaman Lingkungan yang Memicu Banjir
Masinton-Instagram-
PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR) Digugat Bupati Tapanuli Tengah: Dugaan Penguasaan Lahan Ilegal dan Ancaman Lingkungan yang Memicu Banjir
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara – Nama PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR) kembali mencuat ke permukaan setelah Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, mengungkapkan kemarahan terbuka terhadap dugaan praktik ilegal yang dilakukan perusahaan agribisnis tersebut. Dalam pernyataan tegas yang viral di media sosial dan berbagai platform berita, Masinton mengecam keras dugaan penguasaan lahan seluas 451 hektare untuk perkebunan kelapa sawit tanpa mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Kemarahan Bupati yang Tak Lagi Dibendung
Bupati Masinton tak lagi mampu menahan emosi. Selama bertahun-tahun, ia mengaku telah memberikan ruang bagi perusahaan untuk memperbaiki diri. Namun, kenyataannya justru sebaliknya: PT SGSR diduga terus melanggar regulasi, termasuk tidak memenuhi kewajiban hukum terkait tata kelola lahan dan lingkungan.
“Bertahun-tahun tidak menjalankan perintah Undang-undang tuh, apakah adil? Kalian tanam semua ni, Undang-Undang perintahkan 20% lahan kalian dipotong, Alian tidak laksanakan,” tegas Masinton dalam unggahan akun resmi @harapanbarutapteng yang dikutip dari JatimNetwork.com.
Pernyataan ini mengacu pada Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang mengharuskan perusahaan perkebunan besar menyediakan minimal 20% dari total luas areanya untuk dikelola oleh masyarakat sekitar melalui skema kemitraan. Namun, menurut Masinton, komitmen tersebut tak pernah dijalankan oleh PT SGSR.
Dari Hutan Lindung Menjadi Kebun Sawit: Jejak Lingkungan yang Rusak
Salah satu poin paling mengkhawatirkan dari kasus ini adalah konversi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit secara ilegal. Bupati Masinton menduga kuat bahwa praktik inilah yang turut berkontribusi terhadap bencana banjir bandang yang melanda Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
“Hutan yang seharusnya menjadi kawasan resapan air justru diubah menjadi perkebunan monokultur. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal kelangsungan hidup warga dan ekosistem kita,” ujarnya.
Pakar lingkungan telah lama memperingatkan bahwa konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit tanpa mempertimbangkan fungsi ekologis dapat mengganggu siklus hidrologi, mempercepat erosi tanah, dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologis seperti banjir dan tanah longsor—khususnya di wilayah berbukit seperti Tapanuli Tengah.
PT SGSR: Siapa di Balik Perusahaan yang Jadi Sorotan?
PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR) bukanlah perusahaan baru di ranah agribisnis Sumatera Utara. Perusahaan ini telah lama beroperasi di Tapanuli Tengah, mengelola perkebunan kelapa sawit sekaligus fasilitas pengolahan melalui pabrik kelapa sawit (PKS) yang terintegrasi.
Berdasarkan dokumen resmi yang berhasil dihimpun, PT SGSR merupakan bagian dari Mujur Group, sebuah konglomerat usaha yang berdiri sejak 1 Mei 1985. Kantor pusat grup ini berlokasi di Medan, sementara operasional utama berada di wilayah Tapanuli Tengah.
Namun, hingga kini identitas pemilik sah dari PT SGSR masih belum sepenuhnya terungkap ke publik. Meskipun afiliasinya dengan Mujur Group jelas, nama-nama individu di balik kepemilikan saham mayoritas masih tertutup rapat—memicu spekulasi dan kecurigaan di kalangan masyarakat sipil dan aktivis lingkungan.
Langkah Tegas dari Pemerintah Daerah
Menghadapi tekanan publik dan urgensi penegakan hukum lingkungan, Bupati Masinton menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan berkompromi. Ia menyatakan kesiapannya untuk menindak tegas setiap pelanggaran hukum, termasuk dugaan penebangan hutan secara ilegal dan penanaman kelapa sawit di luar izin yang sah.
“Kami tidak akan biarkan perusahaan seenaknya merusak tanah kelahiran kami. Jika perlu, kami akan libatkan penegak hukum hingga ke tingkat nasional,” tegasnya.
Langkah ini mendapat dukungan luas dari masyarakat lokal, aktivis lingkungan, serta akademisi yang selama ini khawatir atas ekspansi perkebunan sawit tanpa pengawasan ketat. Mereka menilai bahwa kasus PT SGSR bisa menjadi ujian nyata bagi komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial di sektor perkebunan.
Dampak Sosial dan Ekonomi yang Tak Bisa Diabaikan