Gus Irawan Pasaribu Bupati Tapanuli Selatan Blak-blakan Soal Pembalakan Hutan Pasca Banjir Bandang: Sudah Surati Menteri Sejak Juli!
Tapsel-Instagram-
Gus Irawan Pasaribu Bupati Tapanuli Selatan Blak-blakan Soal Pembalakan Hutan Pasca Banjir Bandang: Sudah Surati Menteri Sejak Juli!
Bncana banjir bandang yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi warga setempat, tetapi juga memicu sorotan tajam terhadap praktik pembalakan hutan di wilayah hulu. Di tengah berbagai spekulasi publik, Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, akhirnya angkat suara dan mengkonfirmasi keberadaan aktivitas penebangan hutan yang diduga kuat sebagai salah satu pemicu bencana ekologis tersebut.
Pernyataan ini menjadi mengejutkan lantaran sebelumnya, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) sempat membantah adanya aktivitas ilegal di kawasan hutan Tapsel. Namun, dalam tayangan eksklusif yang diunggah oleh kanal YouTube tvOne News pada 30 November 2025, Bupati Gus Irawan justru menegaskan bahwa penebangan hutan memang terjadi—dan dampaknya terasa nyata saat hujan deras mengguyur wilayah tersebut.
“Ada Penebangan di Hulu, Intensitas Hujan Sangat Tinggi”
“Jadi ini ada penebangan hutan, kelihatannya di hulu, sehingga menyebabkan banjir bandang dengan intensitas hujan amat sangat tinggi,” ungkap Gus Irawan dengan nada prihatin dalam wawancara tersebut.
Ia menjelaskan bahwa kondisi geografis Tapanuli Selatan—yang memiliki ekosistem krusial seperti kawasan Batang Toru—sangat rentan terhadap gangguan lingkungan. Ekosistem Batang Toru, yang dikenal sebagai rumah bagi orangutan Tapanuli (spesies paling langka di dunia), juga berperan penting sebagai penyangga air dan pengendali longsor.
“Kami sudah membayangkan dampaknya sejak awal. Ekosistem Batang Toru sangat sensitif. Ketika tutupan hutannya berkurang, risiko bencana seperti ini otomatis meningkat,” tegasnya.
Upaya Preventif Sejak Juli 2025
Yang tak banyak diketahui publik, Bupati Gus Irawan mengungkap bahwa dirinya telah mengambil langkah preventif sejak bulan Juli 2025—jauh sebelum banjir bandang melanda. Saat itu, ia secara resmi mengirimkan surat keberatan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memohon penghentian seluruh aktivitas penebangan hutan di wilayah Tapanuli Selatan.
Upaya tersebut sempat membuahkan hasil. Melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (Ditjen PHL), Kementerian LHK menerbitkan surat edaran yang menghentikan sementara kegiatan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam Tropika (PHHKT/PHAT)—meski area tersebut secara administratif termasuk dalam kategori “areal penggunaan lain” (APL).
“Padahal sebetulnya, saya sebagai Bupati sudah menyurati Menteri Kehutanan untuk melakukan keberatan dan sekaligus memohon penghentian (pembalakan hutan) sejak Juli. Saya senang Kemenhut melalui Ditjen PHL menerbitkan edaran untuk menghentikan PHAT. Memang ini di areal penggunaan lain, tapi di dalam tutupannya masih bagus,” jelasnya.
Izin Dicabut, Lalu Dikeluarkan Lagi
Namun, upaya perlindungan itu ternyata bersifat sementara. Menurut Gus Irawan, surat edaran penghentian aktivitas penebangan hanya berlaku selama tiga bulan. Usai masa berlaku tersebut, pihak Ditjen PHL kembali mengeluarkan izin penebangan—langkah yang dinilai kontraproduktif oleh pemerintah daerah.
“Tapi kemudian hanya berusia 3 bulan, mereka izinkan lagi,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Respons cepat kembali diambil oleh Pemkab Tapsel. Pada 14 November 2025—dua minggu sebelum banjir bandang terjadi—Bupati kembali mengirimkan surat protes resmi ke Kementerian LHK. Surat tersebut berisi keberatan formal sekaligis permohonan agar aktivitas penebangan dihentikan permanen, mengingat ancaman terhadap keselamatan warga dan kelestarian ekosistem.
“Kami sudah membayangkan sesungguhnya, karena di Tapanuli Selatan ada ekosistem Batang Toru yang sangat rentan,” tandasnya.
Himbauan ke Aparat Desa dan Kecamatan
Selain menempuh jalur formal ke pusat, Gus Irawan juga telah memberikan arahan tegas kepada seluruh kepala desa, lurah, hingga camat di wilayah Tapsel. Mereka diminta untuk tidak memberikan izin atau dukungan terhadap siapa pun yang hendak melakukan aktivitas penebangan di kawasan hutan—baik yang legal maupun ilegal.