PT Toba Pulp Lestari Disorot di Tengah Dugaan Kaitan dengan Bencana Banjir Bandang Sumatera: Surat Bupati Tapanuli Utara Jadi Sorotan Publik
Surat-Instagram-
PT Toba Pulp Lestari Disorot di Tengah Dugaan Kaitan dengan Bencana Banjir Bandang Sumatera: Surat Bupati Tapanuli Utara Jadi Sorotan Publik
Bencana Alam di Sumatera Menjadi Titik Balik Sorotan terhadap Praktik Industri Kehutanan
Lebih dari sepekan berlalu sejak bencana alam berupa banjir bandang dan longsor menerjang sejumlah wilayah di Pulau Sumatera, namun dampaknya masih terasa hingga kini—tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam narasi publik yang semakin mengarah pada pertanyaan kritis: siapa yang bertanggung jawab?
Bencana tersebut, yang meluluhlantakkan rumah, jalan, dan nyawa, kini memicu gelombang kecurigaan publik terhadap praktik pengelolaan hutan di kawasan hulu. Sejumlah aktivis lingkungan dan warga lokal mulai menyoroti kemungkinan keterlibatan deforestasi besar-besaran sebagai salah satu pemicu utama bencana, khususnya di wilayah Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Di tengah kecaman luas tersebut, sebuah dokumen resmi tiba-tiba beredar luas di media sosial—menjadi bukti awal bahwa otoritas daerah mungkin telah lama menyadari adanya potensi risiko lingkungan dari kegiatan industri tertentu.
Surat Edaran Bupati Tapanuli Utara Jadi Bukti Awal Kecurigaan terhadap PT Toba Pulp Lestari
Pada 30 November 2025, akun media sosial @djordyputera membagikan tangkapan layar surat edaran yang dikeluarkan oleh Bupati Tapanuli Utara. Surat bernomor 600.4.8.5/3584/34/2025 tersebut ditujukan kepada seluruh camat dan kepala desa di wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Utara, berisi himbauan eksplisit untuk tidak memberikan dukungan terhadap kegiatan Perkebunan Kayu Rakyat (PKR) yang dikelola oleh PT Toba Pulp Lestari Tbk.
Dalam surat tersebut, Bupati secara tegas menekankan tiga poin utama:
Tidak menerbitkan surat rekomendasi atau dukungan terhadap pelaksanaan PKR yang dikelola oleh PT Toba Pulp Lestari;
Melakukan pemantauan aktif dan pendataan lokasi yang terdapat kegiatan PKR oleh perusahaan tersebut;
Menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait kegiatan PKR yang dikelola oleh PT Toba Pulp Lestari.
Dokumen ini mendadak viral di tengah duka akibat bencana, memicu interpretasi publik bahwa pemerintah daerah telah mencium adanya praktik yang berpotensi merusak ekosistem—dan kini, kekhawatiran itu mungkin terbukti nyata dalam bentuk banjir bandang dan tanah longsor yang memakan korban jiwa.
Respons Warganet: Dari Himbauan ke Tuntutan Hukum
Warganet tak tinggal diam. Unggahan @djordyputera diikuti dengan gelombang respons dari netizen yang menuntut pertanggungjawaban tidak hanya dari perusahaan, tetapi juga dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kami dukung Bupati @kabupatentapanuliutara untuk menghentikan pembalakan oleh PT Toba Pulp Lestari. Daripada @kemenhut yang suka main domino bersama tersangka pembalakan liar,” tulis @djordyputera, menegaskan kekecewaan terhadap lemahnya pengawasan pemerintah pusat.
Akun lain, @joanma6743, menyerukan langkah restorasi ekologis:
“Semua kegiatan ekstraktif (tebang, tambang) harus distop dan segera tuntut Kemenhut pemulihan ekologi biar mulai balik ke ekosistem awal.”
Sementara itu, @vrandavranka mengingatkan urgensi tindakan segera:
“Jalan terakhir tutup semua tambang, lahan sawit baru, deforestasi, izin konsesi—stop semuanya. Ingat, bencana menghancurkan rumahmu dan membunuh keluargamu. Kalau tidak sekarang, kita akan musnah selamanya.”
Tak sedikit pula yang menilai bahwa surat edaran seharusnya bukan sekadar himbauan:
“Jangan himbauan lah, perintah!” tegas @mangelans1.
Beberapa warganet bahkan menyerukan boikot dan pertanggungjawaban hukum:
“Berarti viralkan saja perusahaan tersebut untuk menanggung kerugian bencana ini. Saatnya kekuatan netizen bergerak lagi,” tulis @indahmnp.
PT Toba Pulp Lestari: Perusahaan Besar yang Sering Jadi Sorotan
PT Toba Pulp Lestari Tbk bukan nama asing dalam peta industri pulp dan kertas di Indonesia. Perusahaan ini merupakan bagian dari konglomerat besar dan telah lama menjalankan program Perkebunan Kayu Rakyat (PKR) di sejumlah wilayah, termasuk Sumatera Utara. Namun, keberadaannya kerap menuai kontroversi lantaran dugaan pelanggaran lingkungan, konflik lahan dengan masyarakat adat, hingga praktik deforestasi ilegal.
Program PKR sendiri digadang-gadang sebagai solusi berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal. Namun, dalam praktiknya, banyak laporan menyebutkan bahwa lahan hutan alam—termasuk hutan lindung—kerap dialihfungsikan demi kepentingan industri skala besar, dengan sedikit atau tanpa partisipasi nyata dari warga sekitar.
Kini, di tengah bencana yang menewaskan puluhan orang dan menghancurkan infrastruktur vital, pertanyaan besar muncul: apakah program PKR yang dijalankan oleh PT Toba Pulp Lestari selama ini benar-benar ramah lingkungan? Atau justru menjadi bom waktu ekologis yang akhirnya meledak dalam bentuk tragedi kemanusiaan?
Antara Himbauan, Kebijakan, dan Tanggung Jawab Lingkungan
Surat edaran Bupati Tapanuli Utara jelas menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah mengambil sikap preventif. Namun, himbauan itu—meski penting—belum cukup jika tidak diikuti dengan penegakan hukum, audit lingkungan independen, dan transparansi data.
Pakar lingkungan dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Rina Siregar, mengatakan bahwa deforestasi skala besar di daerah hulu sungai sangat berisiko memicu bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor.