Surat Viral Diduga dari Bupati Aceh Tengah Picu Kepanikan Massal: Panic Buying BBM dan Krisis Logistik Mengancam Penanganan Darurat Bencana
Surat-Instagram-
Surat Viral Diduga dari Bupati Aceh Tengah Picu Kepanikan Massal: Panic Buying BBM dan Krisis Logistik Mengancam Penanganan Darurat Bencana
Sebuah surat yang beredar luas di media sosial sejak akhir pekan lalu mengguncang ketenangan warga Aceh Tengah yang sedang berjuang menghadapi dampak banjir bandang dan tanah longsor. Surat tersebut diduga berasal dari Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, dan menyatakan secara eksplisit bahwa pemerintah kabupaten “tidak mampu lagi menangani kondisi darurat” akibat bencana yang melanda sejumlah kecamatan.
Dokumen berkop resmi dengan tanggal 27 November 2025 itu memuat permohonan bantuan mendesak sekaligus pengakuan akan keterbatasan kapasitas pemerintah daerah dalam merespons eskalasi bencana. Isinya yang sangat personal dan penuh keputusasaan — jarang terlihat dalam komunikasi resmi pejabat publik — langsung memicu gelombang kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Isi Surat Mengejutkan: “Kami Tidak Mampu Lagi”
Dalam surat tersebut, Bupati Haili Yoga menggambarkan situasi di lapangan sebagai “semakin memburuk dari hari ke hari.” Disebutkan bahwa jumlah pengungsi terus membengkak, infrastruktur vital rusak parah, dan layanan dasar seperti kesehatan, air bersih, serta komunikasi mengalami gangguan serius.
“Akibat bencana tersebut, warga harus mengungsi dalam jumlah besar dan korban terus meningkat,” demikian kutipan salah satu bagian surat yang viral di platform seperti WhatsApp, Instagram, dan Twitter, dikutip pada Senin (1/12/2025).
Lebih mengejutkan lagi, surat itu secara terbuka menyatakan ketidakmampuan pemerintah kabupaten untuk melanjutkan penanganan darurat.
“Melihat situasi yang kian parah, kami menyatakan ketidakmampuan melanjutkan upaya penanganan darurat sebagaimana mestinya,” tulis surat tersebut.
Pernyataan itu dianggap luar biasa langka dalam konteks birokrasi Indonesia, di mana pejabat biasanya berusaha menampilkan kendali penuh meski dalam kondisi kritis. Pengakuan terbuka ini justru menjadi pedang bermata dua: di satu sisi menunjukkan kejujuran dan urgensi situasi, namun di sisi lain memicu kepanikan publik.
Panic Buying BBM Melanda: Bahan Bakar Habis di Sejumlah SPBU
Reaksi instan dari masyarakat tak terhindarkan. Kabar tentang surat tersebut, yang menyebar cepat melalui pesan berantai dan unggahan media sosial, memicu panic buying — terutama terhadap bahan bakar minyak (BBM).
Menurut laporan warga di beberapa kecamatan seperti Bebesen, Lut Tawar, dan Bintang, antrean panjang terlihat di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sejak Minggu (30/11) malam. Tak sedikit warga yang membeli BBM dalam jeriken besar, khawatir distribusi BBM akan terhenti total akibat krisis logistik.
“Saya datang jam 4 pagi, tapi antrean sudah panjang. BBM pertamax habis sebelum saya sempat isi,” ungkap Suryadi, warga Takengon, kepada Tim Liputan Media Lokal.
Beberapa SPBU bahkan melaporkan stok BBM mereka benar-benar kosong menjelang siang hari, memicu kecemasan lebih lanjut. Padahal, BBM bukan hanya kebutuhan rumah tangga, melainkan elemen kritis dalam operasi tanggap darurat.
Krisis Energi Ancam Evakuasi dan Layanan Darurat
Dalam narasi yang beredar bersama surat itu, disebutkan bahwa krisis pasokan energi kini menjadi penghambat utama proses evakuasi korban, distribusi bantuan logistik, hingga layanan kesehatan darurat.
“Energi menjadi faktor vital untuk evakuasi, komunikasi, dan pelayanan kesehatan,” demikian penjelasan yang menyertai unggahan surat tersebut.
Tanpa BBM yang cukup, ambulans tidak bisa beroperasi, generator untuk pusat pengungsian mati, dan kendaraan logistik tidak dapat menjangkau daerah terisolasi. Ini memperparah situasi di wilayah yang akses jalannya sudah terputus akibat longsor dan jembatan ambruk.
Tim relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Tengah mengonfirmasi bahwa dua posko pengungsian terpaksa mengurangi pelayanan karena kehabisan solar untuk genset. “Kami tidak bisa mengoperasikan alat medis tanpa listrik. Bahkan penerangan malam hari di posko jadi sangat terbatas,” ujar koordinator lapangan, Rina Maulida.
Masyarakat Menanti Klarifikasi Resmi
Hingga Senin siang (1/12/2025), pemerintah kabupaten belum memberikan konfirmasi resmi apakah surat tersebut memang dikeluarkan oleh Bupati Haili Yoga atau merupakan dokumen palsu.
Beberapa pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah Aceh Tengah enggan berkomentar saat dihubungi awak media. “Kami sedang menelusuri. Mohon bersabar,” kata seorang staf humas yang enggan disebutkan namanya.
Namun, sumber internal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tengah mengakui bahwa situasi memang “sangat kritis.” “Kami memang sudah mengajukan permohonan bantuan ke tingkat provinsi dan pusat, tapi belum ada respons cepat,” ungkapnya.