Banjir Parah Landa Aceh: RS Pupuk Iskandar Muda Terendam Setinggi Dada, Pasien Dievakuasi dengan Perahu

Banjir Parah Landa Aceh: RS Pupuk Iskandar Muda Terendam Setinggi Dada, Pasien Dievakuasi dengan Perahu

Banjir-Instagram-

Banjir Parah Landa Aceh: RS Pupuk Iskandar Muda Terendam Setinggi Dada, Pasien Dievakuasi dengan Perahu

Bencana banjir ekstrem kembali menerjang Provinsi Aceh, kali ini menyasar kawasan Lhokseumawe dan sekitarnya. Salah satu fasilitas kesehatan penting, Rumah Sakit Pupuk Iskandar Muda (RS PIM), terpaksa ditutup sementara setelah air merendam hampir seluruh area rumah sakit hingga ketinggian dada orang dewasa. Situasi darurat memaksa tim medis dan relawan bergegas melakukan evakuasi pasien menggunakan perahu karet dan perahu tradisional.



Dalam video yang beredar luas di media sosial, terutama di akun X (dulunya Twitter) @Aceh, terlihat seorang relawan dengan sigap mendayung perahu kecil di antara koridor rumah sakit yang kini berubah menjadi sungai. “Seluruh Aceh banjir. RS. Pupuk Iskandar Muda (Lhokseumawe) sudah setinggi dada. Pasien harus dipindahkan dengan perahu,” tulis akun tersebut, memantik kekhawatiran warganet di seluruh Tanah Air.

Evakuasi Pasien dalam Kondisi Kritis

Evakuasi tidak hanya menyasar pasien rawat inap biasa, tetapi juga mereka yang masih dalam kondisi medis kritis. Dalam rekaman lain, tampak seorang pasien lansia dituntun oleh dua petugas medis menuju mobil evakuasi. Tangannya masih terhubung dengan infus, menunjukkan betapa mendesaknya proses pemindahan ini. Sementara warga dan petugas lainnya berusaha menyelamatkan barang-barang pribadi pasien, termasuk pakaian, dokumen medis, dan bahkan bantal yang menjadi satu-satunya kenyamanan selama perawatan.


Tak hanya RS PIM, Puskesmas Lhoksukon di Kabupaten Aceh Utara juga mulai melakukan evakuasi serupa. Sejumlah pasien rawat inap di sana dipindahkan ke lokasi yang lebih aman karena banjir mulai merangsek ke dalam gedung pelayanan kesehatan tersebut.

Tanggul Jebol, Banjir Meluas

Banjir yang melanda wilayah Aceh kali ini diperparah oleh jebolnya tiga tanggul besar: Sungai Krueng Peuto, tanggul di Gampong Kumbang, serta tanggul Sungai Krueng Pase. Jebolnya infrastruktur pengendali banjir ini membuat air mengalir deras ke permukiman, fasilitas publik, dan lahan pertanian dalam hitungan jam.

Akibat bencana alam yang meluas ini, sedikitnya dua orang dilaporkan meninggal dunia hingga Jumat sore (28/11/2025). Tim SAR gabungan—yang terdiri dari Basarnas, BPBD Aceh, TNI, Polri, dan relawan lokal—terus berupaya mengevakuasi warga yang terjebak di atap rumah dan memastikan pasokan logistik, obat-obatan, serta air bersih mencapai titik-titik pengungsian.

Listrik Padam, Komunikasi Terputus

Dampak banjir juga melumpuhkan infrastruktur krusial di wilayah pesisir timur Aceh. Sejumlah tower transmisi listrik roboh akibat terendam atau diterjang arus deras, memicu pemadaman listrik skala luas. Akibatnya, jaringan internet dan telekomunikasi di beberapa kecamatan turut terganggu—menghambat koordinasi darurat dan menyulitkan warga menghubungi keluarga atau meminta bantuan.

Kondisi ini memperparah krisis, terutama bagi rumah sakit dan puskesmas yang bergantung pada listrik untuk menjalankan peralatan medis seperti ventilator, inkubator, dan alat monitoring vital. Sejumlah fasilitas kesehatan terpaksa mengandalkan genset cadangan, namun stok bahan bakar mulai menipis seiring berlarutnya situasi darurat.

Respons Pemerintah dan Bantuan Kemanusiaan

Pemerintah Provinsi Aceh telah menetapkan status siaga darurat bencana banjir dan mengajukan permohonan bantuan logistik serta personel tambahan ke pemerintah pusat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dikabarkan segera mengirimkan bantuan berupa tenda pengungsian, dapur umum, dan tim medis lapangan.

Sementara itu, sejumlah lembaga kemanusiaan lokal dan nasional—seperti PMI, ACT, dan Dompet Dhuafa—sudah mulai menyalurkan bantuan ke wilayah terdampak. Masyarakat di luar Aceh juga mulai menggalang donasi untuk membantu korban banjir.

Pentingnya Infrastruktur Tahan Bencana

Peristiwa ini kembali menyoroti kerentanan infrastruktur di wilayah rawan banjir Aceh, terutama di musim hujan ekstrem yang kerap terjadi akibat perubahan iklim. Para ahli lingkungan dan tata kota menyerukan perlunya investasi jangka panjang dalam sistem drainase modern, tanggul yang lebih kokoh, serta tata ruang yang mempertimbangkan risiko bencana.

“Kita tidak bisa terus-menerus bereaksi setelah bencana terjadi. Pencegahan dan kesiapsiagaan harus menjadi prioritas nasional,” ujar Dr. Fauzi, peneliti bencana dari Universitas Syiah Kuala, dalam wawancara singkat via telepon.

Baca juga: Inara Rusli Laporkan Penyebar Video CCTV ke Polisi, Jerat Pelaku dengan UU ITE: Ini Pelanggaran Privasi yang Tak Bisa Dibiarkan

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya