KGPH Purbaya Umur Berapa? Inilah Biodata Putra Mahkota yang Warisi Tahta Keraton Kasunanan Surakarta Usai Meninggalnya Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII
                                    Purbaya-Instagram-
KGPH Purbaya Umur Berapa? Inilah Biodata Putra Mahkota yang Warisi Tahta Keraton Kasunanan Surakarta Usai Meninggalnya Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII
Nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra Mataram, atau lebih dikenal sebagai KGPH Purbaya, kini menjadi pusat perhatian publik menyusul kabar duka yang mengguncang Keraton Kasunanan Surakarta. Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi, mengembuskan napas terakhir pada Minggu, 2 November 2025. Wafatnya sang raja tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga keraton dan masyarakat Jawa Tengah, tetapi juga membuka babak baru dalam sejarah panjang Keraton Kasunanan Surakarta: masa suksesi tahta.
Sebagai putra mahkota yang telah ditetapkan sejak tahun 2022, KGPH Purbaya kini berada di garda terdepan dalam proses alih kepemimpinan yang diharapkan berjalan damai, stabil, dan penuh kearifan lokal. Penetapannya bukanlah keputusan instan, melainkan hasil dari pertimbangan matang yang melibatkan berbagai elemen keluarga besar keraton, tokoh adat, serta dukungan dari sejumlah tokoh nasional.
Dari Mahasiswa Hukum Menjadi Pewaris Tahta
KGPH Purbaya, yang kini berusia 24 tahun, adalah putra tunggal PB XIII dari permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Pakubuwono (GKR Pakubuwono), yang dikenal juga dengan nama Asih Winarni. Ia ditetapkan sebagai putra mahkota saat baru berusia 21 tahun—masa di mana ia masih duduk di semester tiga Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. Penunjukan itu tak hanya menandai kelanjutan tradisi kerajaan, tetapi juga menjadi simbol kepercayaan terhadap generasi muda yang sarat dengan pendidikan modern namun tetap berakar pada nilai-nilai Jawa.
Meski merupakan anak tunggal dari permaisuri, KGPH Purbaya memiliki beberapa saudara tiri dari pernikahan PB XIII sebelumnya. Namun, dalam tradisi kerajaan Jawa, status sebagai putra dari permaisuri kerap kali menjadi pertimbangan utama dalam garis suksesi, terlebih bila ditunjang oleh konsensus keluarga dan komunitas adat.
Menghindari Trauma Dualisme: Pelajaran dari Masa Lalu
Penetapan KGPH Purbaya sebagai pewaris takhta tidak lepas dari pelajaran pahit masa lalu. Setelah wafatnya Paku Buwono XII pada tahun 2004, Keraton Kasunanan Surakarta sempat diguncang konflik internal yang berlangsung hampir delapan tahun lamanya. Dualisme kepemimpinan—di mana dua pihak saling klaim sebagai raja sah—telah menciptakan keresahan, baik di dalam maupun di luar tembok keraton.
Karena itu, upaya mencegah terulangnya perpecahan menjadi salah satu alasan utama keluarga besar keraton secara bulat menetapkan KGPH Purbaya sebagai putra mahkota. Musyawarah yang digelar menjelang penetapan tersebut melibatkan para sesepuh, abdi dalem, dan tokoh masyarakat Surakarta. Hasilnya: sebuah keputusan kolektif yang diharapkan menjadi fondasi kuat bagi masa depan keraton.
Dukungan Tokoh Nasional dan Simbol Persatuan
Proses penetapan KGPH Purbaya juga mendapat dukungan luas dari kalangan tokoh nasional. Dalam upacara pengukuhan resminya, tampak hadir Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mahmud Mattalitti, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, serta dokter sekaligus Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro. Kehadiran mereka tak hanya menunjukkan penghormatan terhadap warisan budaya keraton, tetapi juga menjadi bentuk dukungan terhadap stabilitas suksesi yang damai.
Reisa Broto Asmoro, yang juga merupakan bagian dari keluarga keraton melalui pernikahannya dengan Tedjodiningrat Broto Asmoro—kerabat dekat keluarga Paku Buwono—menjadi jembatan penting antara dunia modern dan tradisi kerajaan. Kehadirannya menegaskan bahwa keraton bukanlah entitas yang tertutup, melainkan bagian hidup dari dinamika sosial dan politik kontemporer Indonesia.