Ki Anom Suroto Sakit Apa? Inilah Kronologi Sang Maestro Wayang Kulit yang Meninggal Dunia? Benarkah Akibat Serangan Jantung?
Ki Anom-Instagram-
Ki Anom Suroto Sakit Apa? Inilah Kronologi Sang Maestro Wayang Kulit yang Meninggal Dunia? Benarkah Akibat Serangan Jantung?
Dunia Pewayangan Berduka: Ki Anom Suroto, Maestro Wayang Kulit yang Mewariskan Jiwa Seni dan Pesan Rukun Keluarga
Dunia seni tradisional Indonesia kembali kehilangan salah satu pilar terpentingnya. Ki Anom Suroto, dalang legendaris yang dikenal luas karena kepiawaiannya menghidupkan lakon-lakon wayang kulit, berpulang pada Kamis pagi (23/10/2025) di Rumah Sakit Dr. Oen Kandangsapi, Jebres, Kota Solo. Kepergiannya bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga bagi seluruh pencinta budaya Jawa dan para pelaku seni pedalangan di Tanah Air.
Detik-Detik Terakhir Sang Maestro
Ki Anom Suroto—yang memiliki nama lengkap Kanjeng Raden Tumenggung Haryo Lebdo Nagoro—menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 07.00 WIB setelah menjalani perawatan intensif selama lima hari. Menurut putra kelimanya, Ki Jatmiko Anom Saputro, sang ayah memang telah lama mengidap penyakit jantung, namun selalu enggan mengeluh atau memperlihatkan kondisinya secara terbuka.
“Bapak sudah lama sakit, tapi tidak pernah dirasakan atau dikeluhkan. Beliau tetap tegar hingga akhir,” ujar Jatmiko dengan suara bergetar saat ditemui di rumah duka.
Meski dalam kondisi lemah, Ki Anom Suroto sempat menyampaikan pesan terakhir yang sarat makna kepada anak-anaknya. “Pesan terakhirnya cuma satu: rukunlah dalam keluarga. Dan saya bersama Mas Bayu diminta melanjutkan perjuangannya lewat seni pedalangan,” tambahnya.
Prosesi Penghormatan Terakhir
Jenazah Ki Anom Suroto tiba di rumah duka sekitar pukul 10.30 WIB. Tak lama setelah itu, keluarga, kerabat dekat, serta rekan sesama seniman berkumpul untuk melaksanakan salat jenazah di ruang utama rumah. Suasana haru menyelimuti prosesi tersebut—tangis tumpah dari mata yang tak sanggup menerima kepergian sosok yang selama puluhan tahun menjadi panutan dalam dunia pewayangan.
Rencananya, jenazah akan dimakamkan pada pukul 15.00 WIB di pemakaman keluarga Depokan, Desa Juwiring, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten—tanah kelahirannya. Makam tersebut berada tak jauh dari jalan Juwiring–Pedan, dan Ki Anom Suroto akan dimakamkan bersebelahan dengan kedua orang tuanya, Ki Sadiyun Harjadarsana dan Ibu Hajah Sawini, serta adik kandungnya, Ki Warseno Slenk, yang juga seorang dalang kondang yang meninggal pada Desember 2024.
Tradisi Surtanah: Simbol Doa dan Solidaritas Sosial
Sehari sebelum pemakaman, tepatnya pada Rabu (22/10/2025), tradisi Surtanah digelar di lokasi makam keluarga. Sebanyak 14 orang, termasuk tujuh penggali kubur, duduk bersama sambil mendaraskan doa. Di hadapan mereka tersaji berbagai sajian tradisional seperti nasi, pisang, ingkung ayam, dan apem.
Menurut Subowo, perwakilan keluarga, Surtanah merupakan bentuk selamatan yang dilakukan setelah liang lahat digali. “Ini adalah bentuk doa dan sedekah agar semua prosesi berjalan lancar dan arwah almarhum mendapat tempat terbaik di sisi-Nya,” jelasnya.
Istilah Surtanah berasal dari frasa ngesur tanah, yang berarti “menggeser ke tanah”—sebuah simbol transisi roh dari dunia fana ke alam baka. Tradisi ini juga menjadi sarana mempererat hubungan sosial antar keluarga, tetangga, dan tokoh agama.
Jejak Emas Ki Anom Suroto dalam Dunia Pedalangan
Lahir di Juwiring, Klaten, pada 11 Agustus 1948, Ki Anom Suroto mulai mendalang sejak usia 12 tahun, belajar langsung dari ayahnya, Ki Sadiyun Harjadarsana—seorang dalang ternama di masanya. Bakat seninya terus diasah melalui berbagai lembaga budaya, termasuk Himpunan Budaya Surakarta (HBS), Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, hingga Habiranda di Yogyakarta.
Nama Ki Anom Suroto mulai dikenal luas sejak era 1970-an. Karier cemerlangnya dimulai ketika ia lolos seleksi ketat untuk tampil di Radio Republik Indonesia (RRI) pada tahun 1968. Sejak itu, ia menjadi salah satu dalang paling aktif dan inovatif, tak hanya menghidupkan lakon klasik, tetapi juga menciptakan lakon-lakon orisinal, gendhing, dan tembang populer—salah satunya Pepeling, yang hingga kini masih sering dibawakan dalam berbagai pertunjukan wayang.
Mengharumkan Nama Indonesia di Pentas Dunia
Ki Anom Suroto juga dikenang sebagai satu-satunya dalang Indonesia yang pernah tampil di lima benua. Pada 1991, ia membawa seni wayang kulit ke Amerika Serikat dalam rangka Pameran Kebudayaan Indonesia di AS (KIAS). Ia juga pernah tampil di Jepang, Spanyol, Jerman Barat, Australia, dan Rusia.
Untuk memperdalam wawasan tentang mitologi dan dewa-dewa dalam konteks global, Dr. Soedjarwo, Ketua Umum Sena Wangi, pernah mengirimnya dalam misi budaya ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan Yunani. Pengalaman internasional ini membuat karyanya semakin kaya dan universal, tanpa kehilangan akar budaya Jawanya.