Siapa Timothy Anugerah Saputra? Mahasiswa FISIP Universitas Udayana yang Meninggal Dunia Diduga Akibat jadi Korban Bullying

tanda tanya-BlenderTimer BlenderTimer-
Siapa Timothy Anugerah Saputra? Mahasiswa FISIP Universitas Udayana yang Meninggal Dunia Diduga Akibat jadi Korban Bullying
Tragedi di Kampus Udayana: Mahasiswa FISIP Timothy Anugerah Saputra Meninggal Dunia, Dugaan Bullying Jadi Sorotan Publik
Dunia pendidikan tinggi di Bali kembali berduka. Kabar duka datang dari Universitas Udayana (Unud), tepatnya dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menyusul meninggalnya salah satu mahasiswanya, Timothy Anugerah Saputra, pada awal pekan ini. Kepergian Timothy bukan hanya menyisakan luka mendalam bagi keluarga dan kerabat dekatnya, tetapi juga memicu gelombang keprihatinan dan kemarahan di kalangan mahasiswa, akademisi, hingga masyarakat luas—terutama karena beredarnya dugaan kuat bahwa ia menjadi korban bullying yang berujung pada keputusannya mengakhiri hidup.
Kabar Duka yang Mengguncang Kampus
Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa berprestasi yang dikenal ramah dan aktif di lingkungan kampus, dikabarkan meninggal dunia pada pertengahan Oktober 2025. Jenazahnya akan dikremasi pada Jumat, 17 Oktober 2025, pukul 14.00 WITA, di Krematorium MPUK Mumbul, Nusa Dua, Badung. Prosesi pemakaman ini menjadi momen haru yang dihadiri oleh keluarga, sahabat, rekan sejawat, serta perwakilan dari pihak universitas.
Universitas Udayana melalui akun Instagram resminya, @univ.unud, secara resmi menyampaikan belasungkawa mendalam. “Rektor & Civitas Akademika Universitas Udayana mengucapkan Turut Berduka Cita atas Berpulangnya, Timothy Anugerah Saputra,” demikian bunyi unggahan yang kini telah mendapat ribuan komentar dan dibagikan luas di berbagai platform media sosial.
Isu Bullying Mengemuka, Publik Desak Investigasi Tuntas
Namun, di balik ungkapan duka yang tulus, muncul sorotan tajam terhadap dugaan penyebab kematian Timothy. Sejumlah sumber dan unggahan di media sosial menyebut bahwa Timothy diduga menjadi korban bullying sistematis oleh sekelompok mahasiswa dari berbagai jurusan di lingkungan kampus Udayana. Dugaan ini bukan tanpa dasar—bukti berupa tangkapan layar percakapan grup WhatsApp yang berisi hinaan, ejekan, dan komentar merendahkan terhadap almarhum telah beredar luas sejak 15 Oktober 2025.
Salah satu akun anonim populer di platform X (dulu Twitter), @unudmenfess, menjadi pusat penyebaran informasi awal. Unggahan tersebut memperlihatkan percakapan dalam grup mahasiswa yang memuat kata-kata kasar, stereotip negatif, bahkan sindiran personal terhadap Timothy. Isi percakapan itu memicu kemarahan publik, terutama karena nada dan kontennya dinilai sangat tidak manusiawi dan berpotensi memicu trauma psikologis.
Respons Publik dan Permintaan Maaf dari Pelaku
Gelombang protes pun merebak. Ribuan komentar di unggahan resmi kampus, unggahan media sosial, hingga petisi daring menuntut transparansi dan keadilan. Mahasiswa, alumni, hingga aktivis hak asasi manusia mendesak pihak universitas untuk segera membentuk tim investigasi independen guna mengusut tuntas dugaan kasus bullying ini.
Menariknya, dalam 48 jam terakhir, beberapa akun media sosial—terutama di Facebook dan TikTok—telah mengunggah klarifikasi dan permintaan maaf terkait keterlibatan mereka dalam percakapan tersebut. Meski demikian, permintaan maaf itu dianggap terlambat oleh banyak pihak, mengingat dampak psikologis yang telah terjadi tidak bisa dihapus hanya dengan kata “maaf”.
Kampus Harus Jadi Tempat Aman, Bukan Arena Intimidasi
Kasus Timothy kembali mengingatkan pentingnya menciptakan lingkungan kampus yang inklusif, aman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan verbal maupun psikologis. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang seharusnya menjadi wadah diskusi kritis dan pengembangan empati sosial, justru kini disorot karena dugaan gagal melindungi salah satu anak didiknya.
Pakar psikologi pendidikan dari Universitas Udayana, Dr. Luh Ayu Suardani, mengatakan bahwa bullying di perguruan tinggi sering kali terabaikan karena dianggap “sekadar candaan” atau “dinamika sosial biasa”. Padahal, dampaknya bisa sangat serius, termasuk depresi berat hingga bunuh diri.
“Kampus harus menjadi ruang aman bagi setiap individu untuk tumbuh, belajar, dan berkembang—bukan tempat di mana seseorang merasa terasing, direndahkan, atau tak punya tempat berlindung,” tegasnya.
Tuntutan Reformasi Sistem Perlindungan Mahasiswa
Meninggalnya Timothy Anugerah Saputra bukan hanya tragedi pribadi, tetapi juga cerminan dari kegagalan sistem dalam melindungi mahasiswa dari kekerasan non-fisik. Banyak pihak kini menyerukan agar Universitas Udayana segera: