Pernyataan Menag Nasaruddin Umar soal Kekerasan Seksual di Pesantren Tuai Gelombang Kritik: Apakah Media Memang Membesar-besarkan?

Nazaruddin-Instagram-
Jurnalis investigasi dan lembaga media independen telah memainkan peran penting dalam mengungkap praktik kekerasan yang selama ini tersembunyi di balik tembok pesantren—lembaga yang selama ini dianggap sakral dan suci. Namun, justru karena reputasi “suci” itulah, korban sering kali merasa tidak punya tempat untuk mengadu.
Tantangan Reformasi Pesantren di Era Modern
Pesantren, sebagai salah satu pilar utama pendidikan Islam di Indonesia, memang memiliki peran strategis dalam membentuk karakter generasi muda. Namun, seperti institusi pendidikan lainnya, pesantren juga tidak kebal dari potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kekerasan. Oleh karena itu, reformasi sistem pengawasan, transparansi, dan akuntabilitas di lingkungan pesantren menjadi kebutuhan mendesak.
Beberapa pesantren progresif telah mulai menerapkan kode etik pengasuh, pelatihan anti-kekerasan, serta saluran pelaporan yang aman dan rahasia. Namun, upaya ini masih bersifat sporadis dan belum menjadi standar nasional. Di sinilah peran Kementerian Agama seharusnya hadir—bukan dengan menyangkal masalah, melainkan dengan memimpin transformasi sistemik.
Menag Diminta Evaluasi Pernyataan dan Ambil Langkah Nyata
Di tengah tekanan publik yang terus meningkat, banyak pihak mendesak Menag Nasaruddin Umar untuk menarik pernyataannya dan menggantinya dengan komitmen konkret terhadap perlindungan anak di lingkungan pesantren. Langkah-langkah yang diusulkan antara lain:
Membentuk tim khusus investigasi kasus kekerasan seksual di pesantren
Mewajibkan seluruh pesantren terdaftar memiliki sistem pelaporan dan pengawasan internal
Melibatkan psikolog, aktivis hak anak, dan korban dalam merancang kebijakan perlindungan
Meluncurkan kampanye nasional anti-kekerasan berbasis pesantren