Kasus Ustaz MR dan dr. Richard Lee: Antara Fitnah, Rekaman Pengakuan, dan Pertarungan Narasi di Ruang Publik

Kasus Ustaz MR dan dr. Richard Lee: Antara Fitnah, Rekaman Pengakuan, dan Pertarungan Narasi di Ruang Publik

Ricard-Instagram-

Kasus Ustaz MR dan dr. Richard Lee: Antara Fitnah, Rekaman Pengakuan, dan Pertarungan Narasi di Ruang Publik

Nama dr. Richard Lee kembali menjadi sorotan publik setelah terlibat dalam kontroversi hukum dan etika terkait pemberitaan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang ustaz berinisial MR. Sang dokter sekaligus konten kreator YouTube itu kini terancam dilaporkan ke kepolisian atas tuduhan memfitnah tokoh agama tersebut. Namun, di balik ancaman hukum tersebut, muncul rekaman suara yang justru menunjukkan pengakuan dari sang ustaz sendiri—memicu perdebatan sengit di media sosial dan ruang publik.



Tuduhan Fitnah dan Desakan Permintaan Maaf
Kuasa hukum Ustaz MR, Bambang Sunaryo, menggelar konferensi pers pada Selasa (25/4/2024) untuk membantah narasi yang disampaikan dr. Richard Lee melalui unggahan di media sosialnya. Menurut Bambang, narasi yang dibangun oleh Richard menyesatkan dan berpotensi merusak reputasi kliennya.

“Narasi yang dibangun Richard Lee jelas keliru dan merusak nama baik klien saya,” tegas Bambang dalam jumpa pers tersebut.

Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah klaim bahwa Ustaz MR ditangkap secara paksa oleh kepolisian. Bambang membantah hal itu dan menegaskan bahwa kliennya datang secara sukarela memenuhi panggilan penyidik sebagai bagian dari proses hukum yang sedang berjalan.


“Klien kami hadir atas dasar kooperatif dan tidak ada paksaan sama sekali. Ini penting untuk diluruskan agar masyarakat tidak salah paham,” tambahnya.

Selain itu, Bambang juga membantah keras tuduhan bahwa Ustaz MR melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Ia menjelaskan bahwa korban, berinisial ZA, merupakan anak angkat MR yang lahir pada tahun 2003—artinya, saat kejadian diduga terjadi, usia korban sudah mencapai 20 tahun.

“Tidak benar bahwa klien kami melecehkan anak di bawah umur. Korban adalah orang dewasa,” ujarnya tegas.

Ultimatum 24 Jam dan Ancaman UU ITE
Sebagai bentuk respons terhadap narasi yang dianggap merugikan, tim kuasa hukum Ustaz MR memberikan ultimatum kepada dr. Richard Lee untuk meminta maaf secara terbuka dalam waktu 1x24 jam. Jika tidak, mereka akan mengajukan laporan ke Polda Metro Jaya dengan dasar dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Kami memberikan kesempatan terakhir. Jika tidak ada permintaan maaf, kami akan tempuh jalur hukum,” kata Bambang.

Respons dr. Richard Lee: “Perlukah Saya Minta Maaf?”
Namun, dr. Richard Lee justru merespons ultimatum tersebut dengan nada kontra. Melalui unggahan di akun Instagram resminya @dr.richard_lee, ia mempertanyakan kembali validitas tuduhan terhadap dirinya.

“Perlukah saya minta maaf??” tulisnya, disertai emoji tanda tanya ganda yang mengisyaratkan keraguan dan keheranan.

Yang mengejutkan, di akhir unggahannya, Richard membagikan bukti audio berupa rekaman suara yang diduga berasal dari Ustaz MR sendiri. Dalam rekaman tersebut, sang ustaz mengakui telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak angkatnya, Zulfa (nama panggilan ZA).

Pengakuan Mengejutkan dalam Rekaman Suara
Dalam rekaman yang beredar luas di media sosial, Ustaz MR terdengar mengungkapkan alasan di balik perbuatannya yang disebutnya “bejat” itu.

“Mungkin karena saya saking deketnya sama Zulfa. Mungkin yang kedua karena mungkin tidak ada ikatan darah saya sama Zulfa, yang ketiga di situlah setan mengganggu hawa nafsu saya yang mengalahkan semuanya,” ucapnya dalam rekaman tersebut.

Pengakuan ini sontak memicu reaksi beragam dari netizen. Sebagian besar warganet justru mendukung sikap dr. Richard Lee yang dianggap berani mengangkat isu sensitif demi keadilan korban. Sementara itu, pihak yang pro terhadap Ustaz MR menilai bahwa rekaman tersebut bisa jadi hasil rekayasa atau diambil di luar konteks.

Etika Jurnalistik vs. Hak atas Reputasi
Kasus ini membuka perdebatan lebih luas tentang batas antara kebebasan berekspresi, tanggung jawab moral konten kreator, dan hak individu atas reputasi. Di satu sisi, dr. Richard Lee—meski bukan jurnalis profesional—telah memainkan peran sebagai whistleblower yang mengungkap dugaan kejahatan seksual. Di sisi lain, pihak Ustaz MR berhak membela diri dari narasi yang dianggap merugikan.

Pakar hukum media dari Universitas Indonesia, Dr. Lina Miftahul Jannah, mengatakan bahwa dalam kasus seperti ini, penting untuk membedakan antara opini dan fakta.

“Jika seseorang menyampaikan informasi berdasarkan bukti konkret—seperti rekaman suara—dan tidak menyebarkan informasi palsu, maka sulit dikategorikan sebagai fitnah. Namun, tetap harus hati-hati dalam penyampaiannya agar tidak melanggar prinsip praduga tak bersalah,” jelasnya.

Baca juga: Siapa Sebenarnya Pak Yono? Sosok Misterius di Balik Pemberian Rumah Rp600 Juta untuk Sahara yang Kini Jadi Sorotan Publik

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya