Ijazah Gibran Jadi Bahan Perdebatan Politik, Jokowi: Ada yang Back Up – Ini Cerita di Balik Polemik Empat Tahun

Gibran-Instagram-
Demokrasi bukanlah sistem yang menghukum darah biru. Demokrasi menghargai prestasi, kinerja, dan kompetensi. Jika seseorang memenuhi syarat hukum, ia berhak maju. Tidak peduli siapa orang tuanya.
Presiden Jokowi sendiri pernah menjadi figur yang dianggap “tidak layak” oleh elit politik lama karena latar belakangnya yang bukan dari keluarga politik. Ia menang karena kerja keras, bukan karena nama besar. Sekarang, ia melihat putranya menghadapi tantangan serupa — hanya dengan balutan narasi yang lebih licik.
Kesimpulan: Saatnya Bangkitkan Literasi Politik
Polemik ijazah Gibran adalah cerminan dari betapa rapuhnya literasi politik masyarakat kita. Banyak yang mudah percaya pada narasi yang simpel, emosional, dan mengandalkan prasangka. Padahal, solusinya sederhana: cek fakta. Cek sumber. Cek proses hukum.
Pemerintah, media, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama untuk membangun budaya literasi politik yang sehat. Kita tidak boleh membiarkan generasi muda belajar bahwa untuk mengalahkan lawan, cukup dengan menyerang dokumen pribadinya.
Dan bagi Jokowi, ini bukan hanya soal keluarga. Ini adalah perang melawan narasi yang ingin mengubah Indonesia menjadi negara yang menghukum keturunan, bukan menghargai kontribusi.
“Saya tidak takut. Saya hanya sedih. Karena ini bukan soal saya atau Gibran. Ini soal masa depan demokrasi kita,” tutup Jokowi, sebelum meninggalkan ruang sidang Istana Bogor.